Surat tersebut berisi kritik tajam terhadap kunjungan Menachem Begin, seorang pemimpin Zionis dan anggota partai Herut, yang dianggap oleh Einstein dan para penandatangan lainnya sebagai ancaman bagi nilai-nilai demokrasi.
Dalam surat itu, Einstein menyebut Begin sebagai figur dengan pendekatan "fasis" dalam membangun Israel.
Namun, skeptisisme Einstein terhadap gagasan pembentukan negara Israel lebih dari sekadar kritik terhadap Begin.
Dalam berbagai kesempatan, termasuk dalam surat-surat pribadinya dan pidato publik, ia mengekspresikan pandangan yang jauh lebih kompleks tentang nasionalisme Yahudi dan konflik Timur Tengah.
Skeptisisme terhadap Nasionalisme
Einstein, meskipun mendukung gerakan Zionis pada awal abad ke-20, memiliki visi yang berbeda.Dalam buku, Einstein on Politics: His Private Thoughts and Public Stands on Nationalism, Zionism, War, Peace, and the Bomb karya David E. Rowe dan Robert Schulmann, ia menulis bahwa nasionalisme adalah "penyakit anak-anak" yang dapat membawa lebih banyak konflik daripada solusi.
Einstein mendukung gagasan bahwa tanah air Yahudi dapat menjadi pusat budaya dan intelektual tanpa harus berbentuk negara nasional dengan batasan teritorial.
Pada 1938, dalam suratnya kepada Chaim Weizmann, presiden pertama Israel, Einstein menulis bahwa "Saya khawatir pembentukan negara Yahudi dengan batasan teritorial, angkatan bersenjata, dan kekuatan politik akan membawa permusuhan abadi dengan tetangga Arab kita."
Kekhawatirannya menjadi relevan ketika konflik antara Yahudi dan Arab semakin memanas menjelang pembentukan Israel pada 1948.
Ketika Israel akhirnya dideklarasikan pada 14 Mei 1948, Einstein memberikan tanggapan yang berhati-hati.
Dalam pidatonya beberapa hari setelah deklarasi tersebut, ia mengatakan, "Ini adalah momen besar bagi banyak orang, tetapi saya khawatir jalan yang dipilih tidak akan membawa perdamaian yang kita harapkan."
Ia tetap skeptis bahwa pembentukan negara berbasis nasionalisme sempit dapat menyelesaikan konflik di kawasan tersebut.
Penolakan terhadap Kekerasan
Einstein juga secara tegas menolak penggunaan kekerasan dalam mencapai tujuan politik Zionis. Dalam pidatonya di Universitas Princeton pada 1939, ia menyebut bahwa "kita tidak bisa membangun masa depan dengan merusak masa lalu bangsa lain."Pernyataannya mencerminkan ketidaksukaannya terhadap metode-metode agresif yang digunakan oleh beberapa kelompok Zionis pada masa itu, seperti Irgun dan Stern Gang, yang sering menggunakan kekerasan untuk memperjuangkan pembentukan Israel.
Salah satu insiden yang sangat memengaruhi pandangan Einstein adalah pembantaian di Deir Yassin pada 9 April 1948.
Dalam kejadian tersebut, ratusan warga Arab, termasuk perempuan dan anak-anak, dibunuh oleh kelompok militan Yahudi. Einstein mengutuk insiden ini sebagai "tragedi yang tidak bisa dimaafkan" dalam suratnya kepada media Amerika pada Mei 1948.
Visi Einstein untuk Masa Depan Palestina
Einstein percaya bahwa solusi terbaik untuk Palestina adalah melalui federasi dua negara di mana Yahudi dan Arab dapat hidup berdampingan dengan hak yang setara.Dalam suratnya kepada Mahatma Gandhi pada 1931, ia menulis bahwa "kolaborasi antara Yahudi dan Arab adalah kunci bagi perdamaian abadi di Timur Tengah."
Namun, ia menyadari bahwa visi ini sulit diwujudkan karena meningkatnya ketegangan politik dan agama di kawasan tersebut.
Meskipun ia dihormati di kalangan Zionis karena kontribusinya terhadap penggalangan dana untuk Universitas Ibrani di Yerusalem, pandangan kritis Einstein terhadap kebijakan politik Zionis membuatnya menjadi sosok yang kontroversial.
Pada 1952, ketika ditawari menjadi presiden kedua Israel oleh David Ben-Gurion, Einstein menolak dengan alasan bahwa "politik bukan bidang saya," tetapi surat-surat pribadinya mengindikasikan bahwa penolakannya juga didasarkan pada skeptisisme terhadap arah politik Israel.
Warisan Pemikiran Einstein
Albert Einstein meninggal pada 18 April 1955, tetapi pandangannya tentang Israel dan konflik Timur Tengah tetap relevan hingga hari ini.Dalam salah satu pidato terakhirnya di Amerika Serikat pada 1954, ia berkata, "Kita harus mengutamakan perdamaian di atas semua kepentingan nasional, karena hanya melalui perdamaian kita bisa mencapai keadilan yang sejati."
Pandangan kritis Einstein mencerminkan kompleksitas hubungan antara ideologi Zionis dan nilai-nilai universal yang ia junjung tinggi.
Meski tidak mendukung pembentukan Israel sebagai negara dengan pendekatan militeristik, ia tetap berkomitmen pada perlindungan hak-hak Yahudi dan pengembangan budaya mereka di panggung global.
Baca Juga:
Kisah Dua Yahudi Terakhir di Afghanistan, Habiskan Hidup Saling Bertengkar, Bikin Taliban Muak
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id