Kesepakatan ini melibatkan pertukaran tahanan, penarikan bertahap pasukan Israel dari Gaza, dan pengiriman bantuan kemanusiaan. Perjalanan menuju kesepakatan ini penuh dengan dinamika dan tantangan yang berlarut-larut selama lebih dari satu tahun.
Awal Konflik dan Langkah Awal Negosiasi
Konflik saat ini dimulai pada 7 Oktober 2023, ketika ratusan milisi Hamas melancarkan serangan besar-besaran ke perbatasan selatan Israel, menewaskan sekitar 1.200 orang dan membawa lebih dari 250 sandera ke Gaza.Israel merespons dengan serangan udara besar-besaran yang diikuti oleh invasi darat pada 27 Oktober 2023.
Serangan ini menyebabkan kehancuran besar di Gaza, menewaskan lebih dari 46.700 orang, mayoritas warga sipil, dan membuat sebagian besar dari 2,3 juta penduduknya kehilangan tempat tinggal.
Proses negosiasi gencatan senjata secara resmi dimulai pada Mei 2024, saat Presiden Amerika Serikat Joe Biden mengajukan proposal yang dikenal sebagai “Tiga Tahap Perdamaian.”
Proposal ini mencakup tiga fase utama: penghentian sementara konflik, pertukaran tahanan, dan rekonstruksi Gaza.
Pada 10 Juni 2024, Dewan Keamanan PBB mengadopsi Resolusi 2735 yang mendukung proposal tersebut. Namun, kemajuan negosiasi berjalan lambat karena perbedaan besar antara kedua pihak.
Dinamisasi Negosiasi dan Rintangan
Sepanjang 2024, negosiasi berlangsung penuh ketegangan. Pada 21 November, selama gencatan senjata sementara, Hamas membebaskan 105 sandera sebagai imbalan untuk pembebasan 240 tahanan Palestina.Namun, gencatan ini runtuh akibat saling tuduh pelanggaran kesepakatan. Negosiasi makin sulit setelah pembunuhan dua tokoh penting Hamas: Ismail Haniyeh di Teheran pada Juli dan Yahya Sinwar di Gaza pada Oktober 2024, yang dilakukan oleh pasukan Israel. Netanyahu menyebut aksi ini sebagai “pukulan mematikan bagi Hamas.”
Blokade Gaza menjadi isu besar dalam negosiasi ini. Hamas bersikeras bahwa pencabutan blokade adalah prasyarat untuk gencatan senjata permanen. Namun, Israel menolak keras, dengan alasan keamanan nasional.
Selain itu, pertengahan 2024, Israel menuntut kontrol atas Koridor Philadelphi dan Netzarim, yang dianggap penting untuk mencegah penyelundupan senjata, juga menjadi titik kontroversial.
Israel menuntut tuntutan tersebut setelah mengatakan menemukan banyak terowongan yang menghubungkan Mesir dan Gaza di dua lokasi tersebut. Mesir menentang keras tuntutan Israel atas koridor ini karena melanggar Perjanjian Damai 1979.
Pada November, Qatar menghentikan perannya sebagai mediator, menyatakan bahwa kedua belah pihak harus mengubah posisi mereka untuk melanjutkan pembicaraan.
Keputusan ini sempat memicu stagnasi hingga upaya mediasi dilanjutkan kembali pada Desember 2024.
Kesepakatan Akhir dan Implementasi
Setelah berbulan-bulan diplomasi intensif, pada 15 Januari 2025, Qatar mengumumkan bahwa Israel dan Hamas telah menyepakati gencatan senjata dan pembebasan sandera.Kesepakatan ini mencakup penghentian serangan selama enam minggu, pembebasan lebih dari 200 sandera Israel, dan penarikan bertahap pasukan Israel dari Gaza.
“Kesepakatan ini akan menghentikan pertempuran di Gaza, mempercepat bantuan kemanusiaan untuk warga Palestina, dan menyatukan kembali sandera dengan keluarga mereka,” ujar Presiden Joe Biden.
Kesepakatan ini juga mencakup pembukaan jalur bantuan kemanusiaan, dengan Israel diharuskan mengizinkan masuknya 600 truk bantuan per hari, termasuk 50 truk bahan bakar.
Hamas juga diwajibkan untuk menghentikan pembangunan infrastruktur militernya. Langkah-langkah ini diawasi oleh Mesir, Qatar, dan PBB.
Fase kedua dari kesepakatan ini akan fokus pada gencatan senjata permanen dan pembentukan mekanisme internasional untuk rekonstruksi Gaza. Namun, langkah ini menghadapi skeptisisme, terutama terkait stabilitas politik di Gaza dan potensi kembalinya Hamas sebagai penguasa.
Peran Trump dan Tantangan ke Depan
Donald Trump, yang akan memulai masa jabatan keduanya pada 20 Januari 2025, menegaskan bahwa masa depannya akan tergantung pada penghentian total serangan Hamas.Trump secara terbuka mengancam “neraka bagi Hamas” jika sandera tidak dibebaskan sebelum ia resmi dilantik.
Meskipun kesepakatan ini memberikan harapan baru, tantangan besar tetap ada. Israel bersikeras mempertahankan kendali atas Philadelphi Koridor untuk mencegah penyelundupan senjata ke Gaza, sementara Hamas dan sekutunya menolak keras tuntutan ini.
Komunitas internasional juga dihadapkan pada tugas memastikan implementasi kesepakatan ini secara adil dan efektif.
Kesepakatan 15 Januari 2025 tidak hanya tentang penghentian perang, tetapi juga upaya menciptakan stabilitas yang berkelanjutan di kawasan yang telah lama dilanda konflik.
Waktu akan menentukan apakah langkah ini dapat menjadi titik balik atau hanya jeda sementara dalam siklus kekerasan.
Baca Juga:
AS: Jika Hamas Kembali Memerintah Gaza, Kesepakatan Berakhir Bagi Israel
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News