Konflik ini kembali memanas pada Desember 2024, ketika rezim Bashar al-Assad runtuh dan kelompok-kelompok bersenjata, termasuk Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang dipimpin oleh Kurdi, menghadapi serangan dari kelompok-kelompok bersenjata yang didukung Turki di wilayah Manbij.
Lantas siapa itu kelompok etnis Kurdi? Yuk simak penjelasannya.
Siapa Itu Kurdi?

Gambar: Bendera Kurdistan. (Domain Publik)
Kurdi adalah kelompok etnis Iranik yang tersebar di wilayah Kurdistan atau "Tanah Kurdi," secara geografis mencakup pegunungan Zagros dan Taurus Timur.
Wilayah ini terdiri dari empat bagian utama: Kurdistan Utara di Turki, Kurdistan Selatan di Irak, Kurdistan Timur di Iran, dan Kurdistan Barat di Suriah.
Meskipun tidak pernah menjadi negara berdaulat, Kurdistan merupakan wilayah budaya dan historis yang signifikan dengan banyak kerajaan kecil dan emirat yang pernah berdiri di sana, seperti Corduene dan Marwanids.
Kurdi juga memiliki hubungan erat dengan kelompok kuno seperti Hurrians dan Mannaean. Mereka berjumlah sekitar 30–45 juta orang secara global.
Di Suriah, Kurdi membentuk sekitar 5–10% dari populasi dan sebagian besar tinggal di wilayah Afrin, Kobani, dan Jazira.
Kurdi berbicara dalam beberapa dialek bahasa Kurdi, termasuk Kurmanji, Sorani, dan Zazaki, yang merupakan bagian dari cabang Barat bahasa Iran.
Bahasa Kurdi juga dipengaruhi oleh bahasa Arab, Turki, dan Persia, mencerminkan sejarah panjang interaksi budaya dan politik di kawasan ini. Beberapa Kurdi juga berbicara bahasa-bahasa ini sebagai bahasa kedua atau ketiga, terutama di diaspora.
Sejarah Kurdi berkaitan erat dengan wilayah kuno Media, yang merupakan bagian dari Kekaisaran Persia pada abad ke-7 SM.
Banyak Kurdi mengklaim sebagai keturunan dari bangsa Media, dan pengaruh budaya Media terlihat dalam tradisi mereka, termasuk kalender yang dimulai dari tahun 612 SM, tahun jatuhnya Niniveh oleh bangsa Media.
Namun, meskipun klaim ini tetap menjadi simbol identitas, hubungannya dengan sejarah Media masih diperdebatkan oleh para sejarawan modern.
Selain itu, sejarah Kurdi di Suriah mencerminkan perjalanan migrasi dan penindasan. Pada abad ke-20, banyak Kurdi Suriah merupakan keturunan migran dari Turki yang melarikan diri dari represi pemerintah Turki.
Sebagian besar migrasi ini terjadi selama periode Mandat Prancis atas Suriah, ketika kebijakan divide et impera memungkinkan Kurdi untuk mendirikan komunitas besar di Jazira dan Afrin.
Di sisi lain, diskriminasi sistematis terhadap Kurdi oleh rezim-rezim Suriah, termasuk pencabutan kewarganegaraan dan larangan penggunaan bahasa dan budaya Kurdi, memperdalam marginalisasi komunitas ini.
Sebagai kelompok yang tidak memiliki negara yang diakui, Kurdi telah lama memperjuangkan otonomi dan pengakuan di negara-negara tempat mereka tinggal.
Di Suriah, diskriminasi historis oleh pemerintah Assad telah membuat banyak Kurdi tidak memiliki kewarganegaraan hingga awal konflik.
Peran Kurdi dalam Perang Suriah
Saat perang pecah, Kurdi melihat kesempatan untuk mengamankan wilayah mereka dan membentuk pemerintahan otonom yang dikenal sebagai Rojava.Di bawah bendera SDF, yang dipimpin oleh Unit Perlindungan Rakyat (YPG), Kurdi berhasil merebut banyak wilayah dari ISIS dan memperluas pengaruh mereka di Suriah timur laut.
Namun, keberhasilan ini juga menarik perhatian negara lain. Turki, misalnya, memandang YPG sebagai perpanjangan dari PKK, yang dianggap sebagai kelompok teroris. Hal ini memicu invasi Turki ke wilayah Kurdi di Suriah, menciptakan konflik tambahan dalam perang.
Konflik Turki dan Kurdi di Suriah
Konflik antara Kurdi dan Turki adalah salah satu perselisihan paling lama di kawasan Timur Tengah, dengan akar sejarah yang kembali ke awal abad ke-20.Pada era modern, konflik ini terutama melibatkan Partai Pekerja Kurdistan (PKK), yang didirikan pada 1978 dengan tujuan awal mendirikan negara Kurdi merdeka.
PKK, di bawah pimpinan Abdullah Öcalan, memulai kampanye bersenjata melawan negara Turki pada 1984. Konflik ini telah menyebabkan puluhan ribu korban jiwa, serta penghancuran desa-desa Kurdi di wilayah tenggara Turki.
Peran proksi seperti Syrian National Army (SNA) menjadi alat penting bagi Turki dalam konflik ini. SNA, sebuah koalisi milisi yang didukung penuh oleh Turki,.
Koalisi ini terdiri dari berbagai faksi pemberontak Suriah yang beroperasi dengan tujuan menggusur kekuatan Kurdi dari wilayah strategis seperti Manbij dan Afrin dan mencegah efek domino perlawanan Kurdi di Turki.
Pada Desember 2024, setelah runtuhnya rezim Bashar al-Assad, SNA meluncurkan serangan besar-besaran di Manbij, wilayah yang dikuasai oleh Pasukan Demokratik Suriah (SDF).
Serangan ini, yang melibatkan dukungan logistik dan serangan udara dari militer Turki, menargetkan bangunan administrasi dan infrastruktur strategis di kota tersebut.
Laporan terbaru pada 10 Desember menunjukkan bahwa SDF telah mundur dari Manbij setelah kesepakatan antara Amerika Serikat dan Turki untuk memastikan penarikan aman pasukan Kurdi dari kota tersebut.
Amerika Serikat memberikan dukungan militer kepada SDF untuk melawan ISIS, menciptakan konflik kepentingan yang memperumit situasi. Menurut pendapat penulis, konflik di Suriah akan berpusat kepada pertanyaan tentang eksistensi etnis Kurdi.
Baca Juga:
Pasukan Demokratik Suriah, Pemberontak Suriah Dukungan Amerika Serikat
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id