Dilansir dari Al Jazeera, Rabu, 24 November 2021, negosiasi untuk menghidupkan kembali perjanjian nuklir Iran 2015 akan dimulai pada 29 November mendatang. Perjanjian tersebut -- Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) -- runtuh setelah Amerika Serikat menarik diri secara sepihak pada 2018.
AS menarik diri karena menilai JCPOA saja tidak cukup untuk menghentikan Iran yang mungkin saja mengembangkan senjata nuklir di masa mendatang. Israel memiliki pandangan yang sama dengan AS saat Washington masih dipimpin Donald Trump.
Iran, yang menyangkal hendak mengembangkan senjata nuklir, mulai melanggar kesepakatan JCPOA dengan meningkatkan pengayaan uranium sejak penarikan diri AS.
Baca: Iran Ingin Jaminan AS Tidak Akan Keluar Lagi dari Perjanjian Nuklir 2015
Bennett, yang mengambil alih kekuasaan di Israel pada Juni lalu, mengatakan bahwa Iran telah mencapai "tahap paling maju dari pengembangan program nuklirnya."
Meski pemerintah Israel sebelumnya bersedia membuka diri terhadap kesepakatan nuklir baru dengan Iran, Bennett menegaskan negaranya memiliki otonomi untuk mengambil tindakan terhadap musuh bebuyutannya.
"Kami tengah menghadapi masa-masa yang rumit. Ada kemungkinan nantinya kami akan berselisih paham dengan teman-teman terbaik," kata Bennett dalam sebuah konferensi yang digelar oleh Universitas Reichman.
"Bagaimanapun, bahkan jika nantinya (JCPOA dihidupkan) kembali, Israel tentu saja bukan pihak yang termasuk dalam kesepakatan itu, sehingga kami tidak wajib untuk mematuhinya," tambah Bennett. (Nadia Ayu Soraya)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News