“Kami prihatin atas situasi di Myanmar yang terus berlangsung pada peringatan setahun kudeta yang terjadi 1 Februari 2021,” tulis Kementerian Luar Negeri dalam pernyataannya, dikutip dari Anadolu, Rabu, 2 Februari 2022.
Pernyataan tersebut juga memuat prinsip Turki yang menentang seluruh bentuk kudeta dan intervensi militer. Karenanya, Turki menyerukan pengembalian demokrasi di Myanmar.
Baca: Setahun Kudeta Myanmar, Indonesia Kecam Lima Poin Konsensus Tanpa Kemajuan.
“Sebagaimana kami sampaikan sebelumnya dalam berbagai kesempatan, kami mendorong agar langkah yang diperlukan untuk mengembalikan demokrasi. Ini harus dilakukan tanpa penundaan untuk memastikan perdamaian dan stabilitas dalam negara serta menghentikan kekerasan terhadap masyarakat sipil,” imbuh pihak Kementerian Luar Negeri Turki itu.
Kementerian Luar Negeri Turki pun berharap keadaan Muslim Rohingya yang tinggal di Myanmar dapat ditingkatkan di kala situasi yang buruk ini. Juga, diharapkan agar terus dilakukan pencarian solusi untuk krisis Rohingya.
Lebih dari 1,2 juta warga Rohingya terpaksa meninggalkan Myanmar ketika terjadi serangan militer kepada komunitas minoritas Muslim di Rakhine, Agustus 2017.
Pada 1 Februari 2021, pasukan junta Myanmar mengambil alih kuasa atas negara setelah adanya dugaan kecurangan dalam pemilihan umum (Pemilu) dan ketegangan politik di negara Asia Tenggara itu.
Para pejabat Partai Liga Demokrasi Nasional (NLD) yang menang pemilu akhirnya ditangkap, termasuk pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi. Pihak militer kemudian mengeluarkan deklarasi keadaan darurat.
Desember lalu, pengadilan militer di ibu kota administratif negara, Naypyidaw, menjatuhkan vonis 4 tahun penjara kepada Aung San Suu Kyi atas pelanggaran aturan covid-19.
Menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP), kudeta oleh militer Myanmar telah memicu sejumlah unjuk rasa dan tindakan kekerasan ketika adanya perselisihan pendapat yang menewaskan 1.500 korban jiwa. (Kaylina Ivani)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News