Sikap keras kepala Israel ini turut menghiasi Kaleidoskop Internasional 2020 di Medcom.id.
Rencana aneksasi terhadap Tepi Barat itu sudah diumumkan oleh Netanyahu pada Mei 2020. Namun isu itu kembali memanas sekitar seminggu sebelum 1 Juli, yang menjadi tanggal dilakukannya aneksasi itu.
Hanya seminggu sebelum Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berniat untuk memulai rencana aneksasi di Tepi Barat, dia justru menghadapi tantangan di dalam dan luar negeri.
Ketika Netanyahu meraih kesepakatan koalisi dengan mantan saingannya Benny Gantz, perdana menteri yang kembali berkuasa itu mengatakan langkah-langkah politis untuk menganeksasi permukiman Yahudi dan Lembah Yordan bisa dimulai mulai 1 Juli.
Langkah ini merupakan bagian dari rencana perdamaian AS yang lebih luas. Rencana tersebut merencanakan pembentukan negara Palestina pada akhirnya, tetapi menyangkal tuntutan utama mereka seperti ibukota di Yerusalem timur.
Palestina menolak aneksasi dan ribuan orang ambil bagian dalam protes Senin di kota Jericho, meskipun unjuk rasa di Tepi Barat lainnya gagal menarik banyak orang. Semetara bagi Netanyahu, rencana Washington memberikan ‘peluang bersejarah’ untuk ‘menerapkan kedaulatan’ atas petak-petak Tepi Barat.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyampaikan harapannya agar Israel mau mendengar seruan global. Dia juga berharap Israel tidak melakukan aneksasi Tepi Barat yang ada di bawah sistem 'solusi dua negara' Israel-Palestina.
"Aneksasi tidak hanya melawan hukum internasional, tapi juga menjadi faktor besar dalam ketidakstabilan kawasan," kata Guterres dilansir dari Asharq Al-Awsat, Rabu 24 Juni 2020.
Dalam pertemuan dengan Dewan Keamanan PBB, isu ini menjadi topik utama. Sekitar 30 persen wilayah Tepi Barat akan diambil Israel berdasarkan rencana perdamaian Timur Tengah ala Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Sementara Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menekankan rencana aneksasi Tepi Barat oleh Israel merupakan pelanggaran hukum internasional. Karenanya, Menlu Retno mengajak negara anggota ASEAN menolak rencana aneksasi Israel tersebut.
"Saya mengajak negara anggota ASEAN untuk dapat bertindak kolektif mendukung hak-hak Palestina dan menolak rencana aneksasi oleh Israel," katanya dalam jumpa pers virtual, Rabu, 24 Juni 2020.
Menurutnya, rencana aneksasi oleh Israel tersebut dapat memundurkan upaya diplomasi dan perdamaian serta melemahkan upaya 'solusi dua negara'.
Banyak pihak yang mengecam langkah Israel tersebut. Negara-negara Arab dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) pun bereaksi keras. Sementara Uni Eropa dan Inggris juga keberatan dengan langkah Negara Yahudi itu, karena dianggap melanggar hukum internasional.
Pada akhirnya PM Netanyahu tidak melakukan kebijakan kontroversial itu. Tekanan dari dunia internasional dan dalam negeri bahkan juga sikap gamang dari Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, membuat Netanyahu mengurungkan niatnya.
Israel telah mengambil wilayah Tepi Barat dari Yordania pada 1967 silam dalam perang Timur Tengah. Mereka membangun permukiman yang kini ditinggali hampir 500 ribu warga Israel. Pemukiman tersebut dianggap melanggar hukum internasional karena dibangun secara ilegal di tanah Palestina.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id