Selama ini Iran berkukuh program nuklirnya secara khusus diperuntukkan untuk tujuan-tujuan damai seperti sumber energi untuk masyarakat.
Dilansir dari BBC, Sabtu 5 September 2020, data terbaru terungkap usai Iran mengizinkan inspektur IAEA untuk mengunjungi satu dari dua bekas situs pengembangan nuklir. IAEA berencana mengambil sampel dari situs kedua bulan ini.
Tahun lalu, Iran secara terbuka berencana melanggar komitmen perjanjian nuklir 2015. Perjanjian bertajuk Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) pada 2015 telah ditandatangani Iran, Tiongkok, Prancis, Jerman, Rusia, Inggris dan Amerika Serikat.
Salah satu yang diumumkan Iran adalah penambahan pasokan uranium di atas batas yang disepakati. Iran melakukan itu usai AS secara sepihak menarik diri dari JCPOA.
Untuk memproduksi senjata nuklir, Iran perlu memproduksi 1.050 kilogram dari 3,67 persen enriched uranium. Namun uranium itu harus terus diperkaya hingga mencapai kadar 90 persen atau lebih.
Sementara uranium yang tidak diperkaya (low-enriched uranium) -- dengan kadar konsentrasi di bawah 3 persen dan 5 persen untuk U-235 -- dapat digunakan sebagai energi di pembangkit listrik. Untuk menjadi senjata nuklir, kadar uranium harus mencapai 90 persen atau lebih.
Pekan kemarin, Teheran mengaku telah melakukan gestur itikad baik dengan mengizinkan inspektur IAEA untuk memeriksa segala isu terkait pengembangan energi nuklir di Iran.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News