Dijuluki sebagai "rumah jagal manusia" oleh Amnesty International pada 2017, tempat ini telah menjadi saksi berbagai tindakan keji yang melibatkan penyiksaan, kelaparan, eksekusi massal, hingga pemerkosaan sistematis.
Latar Belakang Penjara Sednaya
Penjara ini terdiri dari dua bangunan utama: bangunan "merah" yang sebagian besar dihuni oleh tahanan sipil, dan bangunan "putih" yang menahan petugas militer atau tentara yang dianggap berkhianat.Terdapat pula ruangan eksekusi yang menghubungkan bagian-bagian penjara ini dengan sistem bawah tanah yang dikenal sebagai "Sayap Merah," tempat para tahanan mengalami penyiksaan paling brutal.
Sednaya mulai menjadi terkenal karena kebrutalannya setelah kerusuhan oleh para tahanan pada tahun 2008. Dengan kapasitas antara 10.000 hingga 20.000 tahanan, penjara ini menjadi tempat terakhir bagi mereka yang dianggap sebagai musuh negara.
Tidak hanya para aktivis damai, tetapi juga anggota militer yang dicurigai melawan rezim, dikirim ke sini. Banyak tahanan tiba di Sednaya setelah menjalani persidangan rahasia yang tidak adil atau bahkan tanpa proses hukum sama sekali.
Amnesty International mengungkapkan bahwa hingga 13.000 tahanan dieksekusi di penjara ini antara Maret 2011 hingga Desember 2015. Eksekusi dilakukan secara massal melalui metode gantung, seringkali tanpa adanya proses hukum yang layak.
Kondisi Tidak Manusiawi
Penjara Sednaya tidak seperti fasilitas tahanan lainnya. Menurut laporan Amnesty International, para tahanan di sini tidak diberi makanan dan air selama berhari-hari, dan mereka dipaksa hidup dalam keheningan mutlak di bawah ancaman penyiksaan lebih lanjut. Bahkan, kunjungan keluarga sering kali menjadi pemicu untuk penyiksaan tambahan.Tidak hanya itu, laporan juga mencatat adanya kasus pemerkosaan dan kekerasan seksual yang mengerikan.
"Mereka dipaksa untuk menanggalkan pakaian, saling menyentuh di tempat yang sensitif, dan bahkan saling memperkosa. Saya hanya mengalami ini satu kali, tetapi saya mendengar kejadian seperti itu sangat sering terjadi," ucap Hassan kepada Amnesty Internasional.
Kekerasan seksual ini tidak hanya dialami oleh perempuan, tetapi juga oleh pria dan anak-anak, menjadikannya salah satu kejahatan paling keji di tempat ini.
Selain kekerasan seksual, tahanan juga menghadapi situasi di mana mereka dipaksa untuk memilih antara membunuh rekan atau kerabat mereka sendiri atau dibunuh.
Omar al-Shogre, yang pernah dipenjara di Sednaya selama 10 bulan, mengungkapkan bahwa para penjaga sering kali memberikan pisau atau tali kepada tahanan dan memaksa mereka untuk membuat pilihan yang mengerikan tersebut.
"Dalam banyak kasus, mereka yang menolak akan disiksa terlebih dahulu sebelum akhirnya dibunuh," ujar Omar kepada NPR, 2017.
al-Shogre mengingat penjara tempat dia sebelumnya ditahan dan membandingkannya dengan Sednaya.
"Penjara [Cabang] 215, adalah mimpi buruk yang melampaui imajinasi siapa pun. Ada cacing yang memakan daging manusia. Ada orang-orang yang saling memakan satu sama lain di dalam penjara. Penyakit merajalela tanpa henti. Orang-orang terus-menerus kehausan dan kelaparan. Namun, 215 terasa seperti surga dibandingkan dengan Sednaya," ucap Omar.
Akhir Era Assad dan Pembebasan Tahanan
Pada Desember 2024, ketika pasukan pemberontak berhasil menggulingkan Assad, ribuan tahanan dibebaskan dari berbagai penjara, termasuk Sednaya. Video yang beredar menunjukkan suasana haru dan ketidakpercayaan para tahanan yang akhirnya bisa keluar.Dalam rekaman tersebut, terlihat perempuan dan anak-anak berjalan keluar dari sel-sel bawah tanah yang pengap dan nyaris tanpa udara.
Omar al-Shogre, berbicara kembali tentang kengerian yang dialaminya:
“Mereka memaksa sepupuku, yang sangat aku cintai, untuk menyiksaku, dan memaksaku menyiksanya. Jika kami menolak, kami berdua akan dieksekusi,” ucap Shogre kepada BBC, 9 Desember 2024.
Seorang penyintas lainnya, Safi al-Yassin, menggambarkan bagaimana dia melihat seorang pria tua yang berlumuran darah sebelum akhirnya meninggal.
"Pemandangan itu tidak bisa hilang dari ingatan, bahkan hingga ajal menjemput," kata Safi kepada Al-Jazeera, 8 Desember 2024.
Safi sendiri hampir menyelesaikan hukuman 31 tahun atas tuduhan berpartisipasi dalam demonstrasi damai pada awal revolusi Suriah.
Tahanan lain, yang hanya dikenal sebagai Maher, mengungkapkan bahwa setiap menit di dalam penjara terasa seperti mendekati kematian. Dia menyaksikan kekejaman di Mezzeh dan Sednaya, termasuk bertemu seorang kerabat yang kehilangan akal sehat akibat penyiksaan brutal.
“Penyiksaanya begitu kejam hingga bahkan binatang pun tidak akan mampu bertahan,” ucap Maher kepada Al-Jazeera, 8 Desember 2024.
Para penyintas berbicara tentang kebahagiaan yang luar biasa ketika mereka akhirnya bisa melihat cahaya setelah bertahun-tahun dalam kegelapan. "Kami bersujud kepada Tuhan dalam rasa syukur," ungkap Maher.
Namun, kenangan akan penderitaan di Sednaya tetap hidup di hati para penyintas dan keluarga mereka.
Gambar-gambar tahanan yang dilepaskan dari kegelapan penjara menjadi simbol runtuhnya dinasti Assad, meskipun luka yang ditinggalkan oleh rezim ini mungkin tidak akan pernah sembuh.
Baca Juga:
Ba’athisme, Ideologi Bashar al-Assad sang Mantan Presiden Suriah
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id