Dilansir dari laman Al Jazeera pada Sabtu, 29 Mei 2021, pengadilan mengatakan keputusan tersebut diambil karena adanya "kekosongan kursi presiden" usai pengunduran diri presiden interim Bah Ndaw.
Goita, 38, sebelumnya adalah deputi Ndaw. Senin kemarin, Goita memerintahkan penahanan Ndaw dan beberapa pejabat tinggi lain usai berlangsungnya perombakan militer.
Ndaw mengundurkan diri selama berada di tahanan pada Rabu kemarin. Tak lama setelahnya, ia dibebaskan.
Baca: Sekjen PBB Serukan Pembebasan Pemimpin Mali yang Ditawan Militer
Hari Minggu besok, jajaran petinggi Mali akan berkumpul untuk memutuskan respons terhadap pengambilalihan kekuasaan oleh Goita.
Sejumlah negara di kawasan dan Barat khawatir penggulingan kekuasaan ini dapat memperburuk instabilitas di Mali, terutama di wilayah pusat dan utara yang dilanda aktivitas ekstremisme serta terorisme.
Kudeta yang dilakukan Goita adalah kali kedua di Mali dalam kurun waktu kurang dari setahun.
Agustus lalu, sang kolonel muda memimpin kudeta yang menggulingkan presiden terpilih Mali Ibrahm Boubacar Keita. Penggulingan diawali gelombang unjuk rasa dalam memprotes kinerja pemerintah dalam memberantas pemberontak dan ekstremis.
Namun karena menghadapi ancaman sanksi kawasan, Goita dan para pemimpin kudeta kala itu sepakat menyerahkan kekuasaan ke pemerintahan transisi. Goita kemudian ditunjuk sebagai wakil presiden interim, sementara beberapa pengikutnya mendapat pos kunci di kabinet.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News