Mengambil alih jabatan setelah meninggalnya sang saudara tiri, Syekh Nawaf al-Ahmad al-Sabah pada hari Sabtu, mengucap sumpah jabatan dalam sidang khusus Majelis Nasional Kuwait pada Rabu pagi.
Dalam pidato pengukuhannya, Syekh Mishal berjanji melindungi negara dan rakyat, serta mematuhi prinsip-prinsip konstitusional dan memerangi korupsi.
"Saya bersumpah demi Allah SWT untuk menghormati konstitusi dan hukum negara, membela kebebasan, kepentingan, dan harta benda masyarakat serta menjaga kemerdekaan dan keutuhan wilayah negara," ujarnya, seperti dilansir dari laman Al Jazeera.
Syekh Mishal yang berusia 83 tahun adalah penguasa ketiga Kuwait hanya dalam waktu tiga tahun. Ia telah menjadi pemimpin de facto sejak 2021 ketika Syekh Nawaf menyerahkan sebagian besar tugasnya.
Sebelumnya Syekh Mishal pernah menjabat sebagai wakil kepala Garda Nasional Kuwait dari 2004 hingga 2020, dan kepala Keamanan Negara selama 13 tahun setelah bergabung dengan Kementerian Dalam Negeri di era 1960-an.
Saat Syekh Mishal mulai menjabat sebagai pemimpin Kuwait yang merupakan salah satu produsen minyak OPEC, ia diperkirakan mempertahankan kebijakan luar negeri utama Kuwait, termasuk dukungan terhadap persatuan Teluk Arab dan aliansi Barat.
Hubungan baik dengan Arab Saudi dipandang sebagai salah satu prioritas utamanya. Emir baru ini juga mungkin ingin memperluas hubungan dengan Tiongkok karena Beijing ingin memainkan peran yang lebih besar di wilayah tersebut.
Analis politik Hussain Jamal mengatakan kepada Al Jazeera bahwa kebijakan luar negeri Kuwait kemungkinan akan "tetap seperti apa adanya" di bawah emir baru. "Tidak ada musuh dan banyak teman – secara regional dan internasional," ucapnya.
Sebagai pemimpin, Syekh Mishal juga harus bergulat dengan ketegangan yang sudah berlangsung lama antara keluarga penguasa dan para pengkritiknya di parlemen yang selalu mengalami kebuntuan dan perpecahan. Kritikus mengeluh bahwa gesekan tersebut telah menghambat reformasi fiskal dan ekonomi.
Pada 2022, Syekh Mishal melakukan intervensi dalam perselisihan berkepanjangan antara pemerintah dan parlemen. Ia membubarkan parlemen, menetapkan pemilu baru dan mengganti perdana menteri, namun menyatakan tidak berniat ikut campur dalam pemungutan suara atau pemilihan ketua parlemen.
Setelah dilantik, Syekh Mishal mengecam pihak berwenang karena sebelumnya telah menunjuk orang-orang ke posisi "yang tidak sesuai aturan dan keadilan yang paling sederhana."
Baca juga: Emir Kuwait Tutup Usia di 86 Tahun
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News