Dilansir dari The Times of Israel, Senin, 6 Desember 2021, pejabat berusia 79 tahun itu menilai langkah AS menarik diri dari kesepakatan nuklir Iran -- Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) -- beberapa tahun lalu sebagai "keputusan delusional."
Dengan mundurnya AS dari JCPOA, menurut Barak, Iran justru "dapat leluasa bergerak maju ke arah negara kekuatan nuklir."
"Kesalahan tersebut diperparah kegagalan Israel untuk merancang sebuah rencana dengan AS dalam bentuk operasi militer terukur," tulis Barak di surat kabar Yedioth Ahronoth.
"Saya rasa saat ini belum dapat dipastikan apakah Israel maupun AS memiliki rencana praktis (untuk menyerang program nuklir Iran)," kata Barak kepada Channel 12.
Selama satu dekade terakhir, Iran diketahui telah menyebarkan situs-situs nuklirnya dan menyembunyikan beberapa di antaranya di bawah tanah. Para pejabat Israel bersikeras aksi militer terhadap Iran masih layak untuk dilakukan terkait ancaman nuklir.
Negosiasi terbaru di Wina berusaha untuk menghidupkan kembali JCPOA yang telah disepakati antara Iran dan enam kekuatan dunia. Perjanjian itu, yang dipelopori mantan presiden AS Barack Obama, mewajibkan Iran membatasi program nuklir. Sebagai gantinya, Teheran mendapat kelonggaran sanksi ekonomi.
Namun tiga tahun setelahnya, mantan Presiden AS Donald Trump menarik diri dari JCPOA. Geram terhadap AS, Iran pun meningkatkan aktivitas nuklirnya dengan meningkatkan pengayaan uranium melampaui batas-batas kesepakatan JCPOA.
Baca: Israel Tegaskan Tak Mau Terikat dengan Perjanjian Nuklir Iran
Barak, yang dikabarkan lebih condong memilih opsi serangan militer terhadap Iran saat dirinya masih menjadi menteri pertahanan satu dekade silam, menyalahkan mantan PM Benjamin Netanyahu yang dinilai tidak segera bertindak. Padahal menurutnya, program nuklir Iran bisa saja dibendung jika Netanyahu berani memerintahkan serangan, atau setidaknya mendorong AS untuk melakukannya.
"Saat ini, peluang untuk mendorong AS menggunakan kekuatan terhadap Iran sudah hampir menyentuh angka nol," ungkap Barak. (Nadia Ayu Soraya)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News