Konferensi digelar Center for Peace Communication (CPC), sebuah grup yang menyuarakan normalisasi antara Israel dan negara-negara Arab.
"Pertemuan tersebut tidak mewakili opini masyarakat dan warga di kota-kota Irak. Atas nama siapa mereka itu berbicara," ujar pernyataan resmi pemerintah Irak, dilansir dari laman TOI, Sabtu, 25 September 2021.
Presiden Irak Barham Salih, yang juga berasal dari suku Kurdi, ikut menentang konferensi terkait normalisasi hubungan dengan Israel.
Ulama ternama Irak, Moqtada Sadr, mendorong pemerintahan Salih untuk "menangkap semua peserta konferensi." Sementara Ahmed Assadi, seorang anggota parlemen Irak, melabeli para peserta konferensi sebagai "kelompok pengkhianat di mata hukum."
Menurut klaim pendiri CPC Joseph Braude, 300 peserta konferensi di Kurdistan berasal dari seantero Irak. "Mereka adalah perwakilan Sunni dan Syiah dari enam wilayah, yaitu Baghdad, Mosul, Salaheddin, Al-Anbar, Diyala, dan Babylon," ucap Braude kepada AFP via sambungan telepon.
Selama ini otoritas Kurdistan menjalin kontak dengan Israel, namun pemerintah pusat Irak di Baghdad sama sekali tidak memiliki hubungan diplomatis dengan negara Yahudi tersebut.
Tahun lalu, empat negara Arab -- Uni Emirat Arab, Bahrain, Maroko, dan Sudan -- sudah sepakat untuk menormalisasi hubungan dengan Israel dalam sebuah proses di bawah perjanjian bernama Abraham Accords.
Baca: UEA Resmikan Gedung Kedutaan di Israel Perkokoh Normalisasi Hubungan
"Kami meminta adanya integrasi dengan Abraham Accords," tutur Sahar al-Tai, salah satu peserta konferensi normalisasi di kota Erbil.
"Kami juga ingin ada hubungan normal dengan Israel. Tidak ada kekuatan lokal maupun asing yang berhak mencegah seruan ini," sambungnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News