Reporters Without Borders (RSF) mengecam penyiksaan dan memberi tahu Perwakilan Khusus PBB untuk Yaman bahwa nyawa jurnalis yang disandera dalam bahaya.
"Tiga dari empat jurnalis yang dijatuhi hukuman mati oleh pemberontak Houthi pada tahun 2020 disiksa dalam tahanan setidaknya selama 45 hari. Mereka termasuk Tawfik al-Mansouri," sebut laporan dari Reporters Without Borders (RSF).
"Sejak Agustus, otoritas penjara sering memindahkannya dari sel yang dia tinggali bersama tahanan lain untuk menyiksa dan memukulinya secara brutal. Kemudian otoritas penjara menempatkannya di sel isolasi untuk waktu yang lama," imbuh laporan itu.
RSF telah mengetahui bahwa Al-Mansouri mengalami patah tulang tengkorak yang tidak mendapat perawatan medis yang tepat. Cedera itu muncul di atas masalahnya dengan diabetes, rematik, dan nyeri usus besar.
Saudara laki-lakinya, Abdallah al-Mansouri mengatakan, dia menderita semua penyakit ini selama tujuh setengah tahun penahanan dan penganiayaan sejak penangkapannya pada Juni 2015. Houthi menolak untuk mengizinkan kunjungan medis apa pun meskipun ada permintaan dari keluarganya.
"Orang-orang Houthi menjalankan hukuman mati mereka secara perlahan dengan menyiksa para jurnalis ini," kata Jonathan Dagher, kepala divisi Timur Tengah RSF.
"Kami meminta Utusan Khusus PBB untuk Yaman, Hans Grundberg, untuk melakukan segala kemungkinan untuk mengamankan pembebasan mereka segera. Kami meminta Houthi untuk menindaklanjuti proposal mereka sendiri untuk mengizinkan perwakilan PBB mengunjungi para sandera ini dan untuk segera mengizinkan tim medis untuk datang dan memeriksa mereka," imbuh Dagher.
Abdallah al-Mansouri mengatakan kepada RSF bahwa kontak terakhirnya dengan saudaranya adalah panggilan telepon singkat pada Juni.
"Kami meminta utusan PBB dan PBB untuk menyelidiki kejahatan ini dan menghukum mereka yang bertanggung jawab. Kita harus melindungi Tawfik dan rekan-rekannya dari serangan apa pun di masa depan. Mereka berisiko mati di penjara," jelasnya.
Sebanyak dua dari tiga jurnalis lain yang divonis hukuman mati, Abdul Khaleq Amran dan Hareth Humaid, menurut RSF juga dipukuli tanpa alasan yang jelas dan ditempatkan di sel isolasi. Ini adalah sel bawah tanah di penjara utama Sanaa – penjara tempat mereka ditahan sejak tahun 2020 – yang kecil, tanpa jendela dan tanpa akses ke fasilitas sanitasi. Mereka tidak diberi cukup makanan, dan mereka ditolak perawatan medis dan panggilan telepon bulanan.
Tak satu pun dari empat jurnalis –,yang keempat disebut Akram al-Walidi,– muncul di ‘pengadilan’ Houthi yang mengadakan sidang palsu pada 4 Desember untuk memeriksa banding mereka terhadap hukuman mati.
"Kami meminta hakim Houthi untuk menyelidiki ketidakhadiran mereka, memberi tahu dia bahwa mereka telah disiksa dan orang-orang yang menahan mereka gagal membawa mereka ke pengadilan," kata pengacara mereka, Abdel Majid Sabrah, kepada RSF.
"Hakim, yang tidak tahu apa-apa tentang ini, menunda sidang hingga 20 Januari,” sebutnya.
Negosiasi politik dengan mengorbankan jurnalis
Keempat jurnalis tersebut pada dasarnya disandera oleh Houthi, yang menganggap mereka sebagai alat tawar-menawar.Pada 2020, Houthi mengusulkan untuk menukar mereka dengan tahanan politik yang ditahan oleh pemerintah yang diakui secara internasional di kota selatan Aden. Pemenjaraan empat jurnalis, hukuman mati mereka dan penyiksaan yang mereka alami adalah semua mekanisme yang digunakan oleh Houthi untuk menekan usulan pertukaran tahanan, kata pengacara mereka.
Sepucuk surat dari keluarga Al-Mansouri menuduh ketua komite nasional Houthi untuk urusan tahanan, Abdul Qader al-Mortada ikut mengawasi penyiksaan. Menteri Penerangan Pemerintah Aden juga mengidentifikasi Al-Mortada dalam sebuah tweet sebagai orang yang memindahkan wartawan ke sel isolasi dan menyiksa mereka. Al-Mortada membantah tuduhan tersebut dan telah mengusulkan agar komisi penyelidikan bersama PBB dan Palang Merah mengunjungi penjara-penjara tersebut.
Diculik oleh Houthi sejak 2015, keempat jurnalis tersebut menerima hukuman mati pada tahun 2020 dari pengadilan yang tidak diakui oleh komunitas internasional. Pengadilan ini secara sewenang-wenang menghukum mereka karena “membuat dan memelihara beberapa situs dan halaman di Internet dan di media sosial” dengan maksud untuk “menyebarkan informasi dan rumor palsu dan jahat.”
Sebanyak sembilan jurnalis saat ini disandera oleh Houthi di Yaman utara. Beberapa dari mereka telah menyelesaikan hukumannya tetapi terus ditahan sambil menunggu pertukaran tahanan. Younis Abdulsalam, seorang jurnalis yang telah ditahan secara sewenang-wenang selama 15 bulan dan juga telah disiksa dan dianiaya dalam waktu lama di penjara, akhirnya dibebaskan oleh Houthi pada 7 Desember.
Baca: Ranjau Darat Houthi Tewaskan 100 Warga Sipil Selama Gencatan Senjata
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun Google News Medcom.id
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News