Zarif juga meminta agar Armenia dan Azerbaijan segera mendeklarasikan gencatan senjata, usai bentrokan terbaru antar kedua negara pada Minggu 27 September menewaskan sedikitnya 24 orang.
Saya meminta Armenia dan Azerbaijan untuk memulai negosiasi di bawah kerangka hukum internasional," ujar Zarif, dilansir dari laman ABNA, Senin 28 September 2020.
Ia mengatakan bahwa Iran siap menggunakan segala sumber daya untuk memediasi gencatan senjata serta dialog damai. Sebelumnya melalui Twitter, Zarif mengaku terus memantau perkembangan terkini di Nagorno-Karabakh.
"Iran memonitor meningkatnya aksi kekerasan di Nagorno-Karabakh," tulis Zarif.
"Kami meminta agar aksi bermusuhan ini segera dihentikan, dan mendorong dilakukannya dialog untuk menyelesaikan segala perbedaan," sambung dia.
Sebelumnya, juru bicara Kemenlu Iran Saeed Khatibzadeh juga telah menyerukan pernyataan serupa, yakni meminta agar Armenia dan Azerbaijan segera mengakhiri aksi saling serang.
Sementara itu, Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengaku sedang mengawasi situasi di Nagorno-Karabakh. Ia mengklaim AS memiliki hubungan yang baik di kawasan tersebut, dan "akan berusaha untuk menghentikan" konflik tersebut.
Ketegangan kedua negara di Pegunungan Kaukasus belum juga terselesaikan selama lebih dari tiga dekade. Pertempuran antar Armenia dan Azerbaijan kerap terjadi dari waktu ke waktu.
Juli lalu, pertempuran kedua negara di wilayah perbatasan menewaskan sedikitnya 16 orang. Pertempuran itu memicu aksi protes massa di Baku, yang mendorong pemerintah Azerbaijan untuk merebut kembali Nagorno-Karabakh.
Nagorno-Karabakh diakui komunitas internasional sebagai bagian dari Azerbaijan, namun dikuasai grup etnis Armenia. Puluhan ribu orang tewas dalam konflik memperebutkan wilayah tersebut, yang sudah dimulai sejak awal 1990-an.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News