Namun ISIS tetap menjadi ancaman keamanan, melancarkan serangan dari tempat persembunyian.
Abu Hasan al-Qurashi naik ke pucuk pimpinan pada saat kelompok itu telah dilemahkan oleh operasi yang didukung AS di Irak dan Suriah yang bertujuan untuk menggagalkan kebangkitan.
Menurut pernyataan audio ISIS, dia didukung oleh Abu Ibrahim sebelum kematiannya dan penunjukan itu dikonfirmasi oleh para pemimpin senior kelompok itu. Namun, rekaman itu tidak memberikan rincian lebih lanjut.
Sementara para ahli mengetakan pemimpin baru ISIS adalah sosok yang tidak diketahui.
"Kami sama sekali tidak tahu" apa pun tentang identitasnya, kata Tore Hamming, seorang peneliti di departemen studi perang King's College London.
Colin Clarke, Direktur Penelitian di Grup Soufan, mengatakan bahwa ISIS pergi "dengan relatif tidak dikenal karena calon telah menipis".
Namun dia mengatakan "emir baru perlu seseorang yang dapat membawa kembali momentum ke merek transnasional grup."
Pada puncaknya, ISIS menarik sukarelawan asing yang sangat mendukung inti Irak dan Suriahnya.
Damien Ferre, Direktur Konsultan Jihad Analytics mengatakan, pilihan pengganti kemungkinan telah dibuat sebelum kematian Abu Ibrahim untuk mencegah perpecahan internal.
"Keputusan itu dibuat lebih awal untuk menghindari destabilisasi kuat kelompok itu," katanya kepada
AFP, menjelaskan bahwa logika serupa diterapkan pada suksesi 2019.