Bom Israel yang dijatuhkan di Rafah, Gaza. Foto: AFP
Bom Israel yang dijatuhkan di Rafah, Gaza. Foto: AFP

Israel Jatuhkan Ratusan Bom Seberat 907 Kilogram ke Gaza

Fajar Nugraha • 22 Desember 2023 19:14
Gaza: Pada bulan pertama perang di Gaza, Israel menjatuhkan ratusan bom besar. Banyak di antaranya mampu membunuh atau melukai orang yang berada pada jarak lebih dari 304 meter.
 
Hal ini terungkap berdasarkan analisis CNN dan perusahaan kecerdasan buatan Synthetaic.
 
Citra satelit dari masa-masa awal perang menunjukkan lebih dari 500 kawah tumbukan dengan diameter lebih dari 12 meter, konsisten dengan kawah yang ditinggalkan oleh bom seberat 907 kilogram. Bom tersebut empat kali lebih berat dibandingkan bom terbesar yang dijatuhkan Amerika Serikat terhadap ISIS di Mosul, Irak, saat berperang melawan kelompok ekstremis di sana.

Pakar senjata dan peperangan menyalahkan penggunaan amunisi berat secara ekstensif seperti bom seberat 907 kilogram sebagai penyebab melonjaknya jumlah korban tewas. Populasi Gaza jauh lebih padat dibandingkan dengan populasi di mana pun di dunia, sehingga penggunaan amunisi berat seperti itu mempunyai dampak yang besar.
 
“Penggunaan bom seberat 2.000 pon (atau sekitar 907 kilogram) di wilayah padat penduduk seperti Gaza berarti diperlukan waktu puluhan tahun bagi masyarakat untuk pulih,” kata John Chappell, rekan advokasi dan hukum di CIVIC, sebuah kelompok berbasis di Washington yang berfokus pada meminimalkan kerugian sipil dalam konflik.
 
Baca: PBB Peringatkan Risiko Kelaparan di Gaza saat DK Bahas Resolusi.

 
Israel mendapat tekanan internasional atas skala kehancuran di Gaza, bahkan sekutu setianya, Presiden AS Joe Biden, menuduh Israel melakukan “pengeboman tanpa pandang bulu” di jalur pantai tersebut.
 
Para pejabat Israel berpendapat bahwa amunisi berat yang mereka miliki diperlukan untuk melenyapkan Hamas, yang para pejuangnya menewaskan lebih dari 1.200 orang dan menyandera lebih dari 240 orang pada 7 Oktober. Mereka juga mengklaim bahwa Israel melakukan semua yang mereka bisa untuk meminimalkan korban sipil.
 
“Menanggapi serangan Hamas, IDF beroperasi untuk membongkar kemampuan militer dan administratif Hamas,” kata Pasukan Pertahanan Israel (IDF) dalam sebuah pernyataan menanggapi laporan CNN.
 
“Sangat berbeda dengan serangan yang disengaja oleh Hamas terhadap pria, wanita dan anak-anak Israel, IDF mengikuti hukum internasional dan mengambil tindakan pencegahan yang layak untuk mengurangi kerugian sipil,” ungkap pernyataan itu.
 
Hamas mengandalkan jaringan terowongan luas yang diyakini melintasi Jalur Gaza. Para pendukung kampanye Israel di Gaza berpendapat bahwa amunisi berat tersebut bertindak sebagai penghancur bunker, membantu menghancurkan infrastruktur bawah tanah Hamas.
 
Namun bom seberat 907 kilogram biasanya jarang digunakan oleh militer Barat, kata para ahli, karena potensi dampaknya terhadap wilayah padat penduduk seperti Gaza. Hukum humaniter internasional melarang pengeboman tanpa pandang bulu.
 
Marc Garlasco, mantan analis intelijen pertahanan AS dan mantan penyelidik kejahatan perang PBB, mengatakan kepadatan pengeboman Israel pada bulan pertama di Gaza “belum terlihat sejak Vietnam.”
 
Garlasco, yang sekarang menjadi penasihat militer di PAX, sebuah organisasi non-pemerintah Belanda yang mengadvokasi perdamaian, meninjau semua insiden yang dianalisis dalam laporan ini untuk CNN.
 
“Anda harus kembali ke perang Vietnam untuk membuat perbandingan,” kata Garlasco.
 
“Bahkan dalam kedua perang Irak, kepadatannya tidak pernah sepadat ini,” imbuh Garlasco
 
Amunisi berat, yang sebagian besar diproduksi oleh AS, dapat menyebabkan banyak korban jiwa dan memiliki radius fragmentasi yang mematikan – area yang rentan terhadap cedera atau kematian di sekitar sasaran – hingga 365 meter atau setara dengan 58 lapangan sepak bola di area tersebut.
 
Pakar senjata dan peperangan menyalahkan penggunaan senjata berat secara ekstensif, seperti bom seberat 2.000 pon sebagai penyebab melonjaknya jumlah korban jiwa. Menurut pihak berwenang di Jalur Gaza yang dikuasai Hamas, sekitar 20.000 orang telah terbunuh sejak 7 Oktober.
 
Berdasarkan data tersebut, sebagian besar korban tewas adalah perempuan dan anak-anak.
 
CNN bermitra dengan perusahaan AI AS Synthetaic yang menggunakan Rapid Automatic Image Categorization (RAIC) untuk mendeteksi kawah, gumpalan asap, dan bangunan rusak dalam citra satelit yang ditugaskan di Jalur Gaza. Temuan ini ditinjau secara manual oleh anggota Synthetaic dan jurnalis CNN.
 
Temuan CNN dan Synthetaic “mengungkapkan dan menekankan intensitas pemboman dalam jangka waktu yang sangat singkat,” menurut Annie Shiel, direktur advokasi AS di CIVIC.

Serangan dengan intensitas tinggi

Selama lebih dari dua bulan, Israel telah melancarkan perang berintensitas tinggi di Gaza, menggabungkan pemboman udara besar-besaran dengan tembakan artileri tanpa henti, serta invasi darat yang dimulai pada 27 Oktober.
 
Operasi tersebut telah menimbulkan kehancuran yang membentang di sebagian besar daerah kantong yang terkepung, menurut citra satelit dan tayangan video.
 
“Dalam dua bulan, kami telah melihat tingkat serangan di wilayah kecil di Gaza ini sama seperti yang kami lihat di Mosul dan Raqqa jika digabungkan,” kata Larry Lewis, direktur penelitian di Center for Naval Analyses (CNA) dan mantan anggota Center for Naval Analyses (CNA).
 
Penasihat senior Kementerian Luar Negeri AS mengenai kerugian sipil, mengacu pada operasi koalisi pimpinan AS terhadap dua basis ISIS. “Ini adalah jumlah serangan yang luar biasa, berdasarkan periode,” imbuhnya.
 
Baca: AS Bakal Sepakati Rancangan Resolusi Bantuan Kemanusiaan Gaza Terbaru.

 
AS hanya menjatuhkan bom seberat 2.000 pon satu kali selama perjuangannya melawan ISIS – perang terbaru Barat terhadap kelompok militan di Timur Tengah. Itu jatuh di yang disebut sebagai ibu kota kekhalifahan Raqqa di Suriah.
 
Pada 6 November –,hari terakhir pengumpulan data CNN dan Synthetaic,– jumlah korban tewas di Gaza melampaui 10.000 orang, menurut kementerian kesehatan Palestina di Ramallah, mengutip pihak berwenang di Gaza yang dikuasai Hamas.
 
Pada minggu yang sama, Asisten Menteri Luar Negeri untuk Urusan Timur Dekat Barbara Leaf –,diplomat Amerika paling senior di Timur Tengah,– mengatakan jumlah korban tewas bisa “bahkan lebih tinggi lagi.”
 
“Dalam periode konflik dan kondisi perang ini, sangat sulit bagi kita untuk memperkirakan berapa jumlah korban jiwa,” kata Leaf dalam sidang di depan Komite Urusan Luar Negeri DPR.
 
“Jujur saja, menurut kami angkanya sangat tinggi. Bahkan mungkin lebih tinggi dari yang disebutkan,” pungkas Leaf.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FJR)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan