Gaza, 10 November 2024. (Foto: Omar Al-Qattaa / AFP)
Gaza, 10 November 2024. (Foto: Omar Al-Qattaa / AFP)

Perang di Gaza Jelas Genosida, Begini Penjelasannya

Riza Aslam Khaeron • 19 November 2024 11:39
Jakarta: Perang yang sedang berlangsung di Gaza sejak Oktober 2023 telah menarik perhatian dunia. Beberapa pihak menyatakan tindakan militer Israel terhadap warga Palestina sebagai genosida.
 
Pemimpin Tertinggi Gereja Katolik Paus Fransiskus menyerukan investigasi menyeluruh terhadap tuduhan genosida di Gaza. Dia menyebutkan apa yang terjadi di Gaza memiliki karakteristik genosida.
 
Pernyataan ini disampaikan dalam konteks kritiknya terhadap perang Israel dengan Hamas dan memperkuat seruan untuk penyelidikan internasional.

Banyak pihak, mulai dari para ahli hingga lembaga internasional, telah menyuarakan keprihatinan mereka terkait dengan dampak konflik ini terhadap penduduk Gaza.
 

Israel pelaku genosida

Israel oleh berbagai organisasi internasional, pemerintah, dan ahli merupakan pelaku genosida terhadap warga Palestina di Gaza.
 
Tuduhan ini berakar pada tindakan yang dianggap memenuhi definisi genosida berdasarkan Konvensi Genosida 1948. Mencakup tindakan pembunuhan massal, pengusiran paksa, dan kondisi hidup yang dirancang untuk menghancurkan suatu kelompok tertentu.
 
Definisi ini diatur dalam Pasal II Konvensi yang mencakup berbagai tindakan seperti pembunuhan anggota kelompok, tindakan yang menyebabkan kerugian serius fisik atau mental, dan secara sengaja menciptakan kondisi kehidupan yang dapat menghancurkan kelompok tersebut secara fisik, baik secara keseluruhan maupun sebagian.
 
Menurut laporan Menteri Kesehatan Gaza, lebih dari 42 ribu orang Palestina tewas selama konflik ini. Dan lebih dari 60.000 diperkirakan tewas akibat kelaparan dan tidak adanya akses perawatan kesehatan.
 
Sebagian besar korban adalah warga sipil. Laporan PBB menyebut sebanyak 70% di antaranya adalah wanita dan anak-anak. Selain itu, lebih dari 1,9 juta orang dilaporkan mengungsi secara internal karena serangan udara dan penghancuran infrastruktur.
 
Keadaan diperparah dengan blokade yang diberlakukan Israel, yang mencegah masuknya bantuan kemanusiaan, air, dan listrik ke wilayah Gaza. Hal ini menyebabkan banyak pihak menilai bahwa Israel menggunakan kelaparan sebagai senjata perang.
 
"Kami memberlakukan pengepungan total di Gaza. Tidak akan ada listrik, makanan, air, bahan bakar, semuanya akan ditutup. Kami sedang melawan 'manusia hewan' dan akan bertindak sesuai dengan itu," kata eks Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, 9 Oktober 2023.
 
Selama konflik ini, sebagian besar infrastruktur vital di Gaza, seperti rumah sakit, sekolah, dan fasilitas umum, mengalami kerusakan parah atau hancur total. Hanya sebagian kecil dari rumah sakit yang masih berfungsi, sementara pusat-pusat kesehatan lainnya tidak dapat beroperasi karena kekurangan bahan bakar dan suplai medis.
 
Blokade ini telah mengakibatkan krisis kemanusiaan yang semakin memburuk.  Jutaan warga Gaza mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, air bersih, dan perawatan kesehatan.
 

Sikap internasional

Beberapa tokoh internasional dan lembaga juga turut bersuara terkait tuduhan ini. Paus Fransiskus, misalnya, meminta investigasi menyeluruh tindakan genosida Israel di Gaza. Pernyataan ini merupakan salah satu kritik terkuat dari pemimpin Vatikan terhadap tindakan Israel dalam perang ini.
 
Laporan dari Komite Khusus PBB pada 14 November 2024 juga menunjukkan bahwa perilaku militer Israel di Gaza "konsisten dengan karakteristik genosida," termasuk penggunaan kelaparan sebagai senjata, yang dianggap sebagai bukti adanya niat untuk menghancurkan penduduk Gaza secara keseluruhan.
 
Di luar PBB, beberapa negara, termasuk Afrika Selatan, telah membawa kasus ini ke Mahkamah Internasional, mengajukan gugatan terhadap Israel atas dugaan pelanggaran Konvensi Genosida.
 
Mahkamah Internasional telah memerintahkan Israel untuk mengambil langkah-langkah untuk mencegah tindakan yang dapat dianggap sebagai genosida, termasuk memastikan akses bantuan kemanusiaan ke wilayah Gaza.
 
Selain itu, Kantor Kejaksaan Mahkamah Pidana Internasional (ICC) juga telah mengajukan permohonan surat perintah penangkapan terhadap beberapa pemimpin, termasuk Benjamin Netanyahu dan Yoav Gallant, dengan tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan, termasuk penggunaan kelaparan sebagai metode perang. Namun, Israel menolak tuduhan ini dan menyatakan bahwa tindakan militernya adalah bagian dari upaya mempertahankan diri.
 

Pembelaan Israel

Di sisi lain, pemerintah Israel membantah tuduhan ini dengan keras. Israel menyatakan aksi militernya di Gaza adalah tindakan pertahanan diri terhadap serangan kelompok Hamas, yang mereka anggap sebagai ancaman langsung terhadap keberadaan Israel.
 
Menurut survei yang dilakukan oleh Universitas Tel Aviv pada Januari 2024, sebanyak 51% warga Israel Yahudi percaya Pasukan Pertahanan Israel (IDF) menggunakan kekuatan yang sesuai di Gaza, sementara 43% lainnya merasa bahwa kekuatan yang digunakan belum cukup.
 
Selain itu, survei dari Israel Democracy Institute pada Februari 2024 menunjukkan bahwa 68% responden mendukung pencegahan semua bantuan internasional untuk masuk ke Gaza.
 
Israel menegaskan bahwa tujuan utama dari operasi militer ini adalah menghancurkan infrastruktur militer Hamas, seperti terowongan bawah tanah dan gudang senjata, bukan untuk menghancurkan penduduk Palestina secara keseluruhan. Israel berargumen bahwa target utamanya adalah infrastruktur dan militan Hamas, bukan warga sipil.
 
Israel juga menekankan bahwa Hamas sering kali menggunakan warga sipil sebagai perisai manusia dengan sengaja menempatkan infrastruktur militer di daerah pemukiman padat, seperti sekolah dan rumah sakit. Hal ini, menurut Israel, menyulitkan mereka untuk menargetkan hanya militan tanpa mengorbankan warga sipil.
 
Israel menyatakan serangan udara dan operasi militernya ditujukan untuk menghancurkan terowongan-terowongan bawah tanah yang digunakan oleh Hamas untuk menyelundupkan senjata dan melakukan serangan terhadap wilayah Israel.
 
Mereka juga menegaskan segala tindakan militer dilakukan dengan memperhitungkan hukum internasional, meskipun ada banyak laporan yang menunjukkan jumlah korban sipil yang sangat tinggi, termasuk wanita dan anak-anak, yang menimbulkan kritik internasional terhadap cara Israel menjalankan operasi militernya.
 
Beberapa negara, termasuk Amerika Serikat dan Inggris, juga tidak menganggap tindakan Israel sebagai genosida dan menekankan hak Israel untuk mempertahankan diri dari serangan Hamas. Mereka menganggap situasi ini sebagai konflik antara negara yang berdaulat dengan kelompok militan yang mengancam keamanan nasionalnya.
 

Pandangan ahli dan kontroversi

Di kalangan akademisi, pendapat tentang tindakan Israel di Gaza bisa dikategorikan sebagai genosida masih terbelah. Beberapa ahli, seperti Raz Segal, seorang akademisi studi genosida, menilai bahwa kondisi yang terjadi, termasuk penghancuran besar-besaran infrastruktur penting, blokade yang memperburuk krisis kemanusiaan, dan pembatasan aksesi masuk dalam kriteria genosida.
 
Namun, akademisi lain seperti Jürgen Habermas, bersama tiga akademisi Jerman lainnya, menyatakan bahwa meskipun kekhawatiran terhadap nasib penduduk Palestina perlu diperhatikan, penggunaan istilah "genosida" untuk menggambarkan tindakan Israel dianggap tidak tepat. Mereka berpendapat bahwa tindakan militer Israel pada prinsipnya dibenarkan. 
 
Ahli hukum internasional juga menyoroti aspek niat atau "dolus specialis" dalam menentukan apakah suatu tindakan dapat dianggap sebagai genosida. Konvensi Genosida menekankan bahwa elemen niat sangat penting dan membedakan genosida dari kejahatan lainnya.
 
Untuk dianggap sebagai genosida, harus ada bukti bahwa pelaku memiliki niat untuk menghancurkan secara fisik suatu kelompok nasional, etnis, rasial, atau agama, baik sebagian maupun seluruhnya, dan korban harus ditargetkan karena keanggotaan mereka dalam kelompok tersebut, bukan secara acak.
 
Mereka menekankan bahwa untuk memenuhi kriteria genosida, harus ada bukti yang menunjukkan adanya niat untuk menghancurkan suatu kelompok tertentu, baik secara keseluruhan maupun sebagian.
 
Dalam kasus Gaza, pembuktian niat ini dianggap sulit karena Israel mengklaim bahwa tindakan militernya bertujuan untuk menargetkan kelompok militan, bukan warga sipil.
 
Namun, sejumlah ahli dan aktivis hak asasi manusia berpendapat bahwa pola serangan yang dilakukan oleh Israel, termasuk penggunaan kekuatan yang tidak proporsional dan blokade yang menyebabkan kelaparan dan penderitaan bagi warga sipil, dapat dianggap sebagai bukti adanya niat genosida.
 
Mereka juga menyoroti retorika beberapa pejabat Israel yang dianggap mengarah pada dehumanisasi terhadap warga Palestina, yang dapat mengarah pada tindakan genosida.
 
"Seluruh penduduk sipil di Gaza diperintahkan untuk segera meninggalkan wilayah tersebut. Kami akan menang. Mereka tidak akan menerima setetes air atau satu baterai pun sampai mereka meninggalkan dunia ini," Ucap Israel Katz, Menteri Energi Israel sebelumnya yang menjadi Menteri Pertahanan Saat ini, Melansir The Guardian Januari 2024.
 
Perdebatan mengenai apakah perang di Gaza adalah genosida tetap berlangsung. Tuduhan ini didukung oleh bukti dan argumen yang saling bertentangan, dan elemen 'dolus specialis' menjadi faktor kunci dalam analisis ini.
 
Dampak kemanusiaan dari konflik ini sangat besar, dengan korban jiwa yang tinggi dan kerusakan infrastruktur yang meluas.
 
Upaya internasional yang lebih mendesak diperlukan untuk mengatasi krisis kemanusiaan dan mencapai solusi damai yang dapat mencegah kekerasan di masa depan.
 
Baca Juga:
Berapa Banyak Sebenarnya Korban di Gaza? Kenapa Sering Didebatkan?
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(WAN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan