Korban di Rumah Sakit Gaza, Al-Aqsa. (Eyad Baba/AFP)
Korban di Rumah Sakit Gaza, Al-Aqsa. (Eyad Baba/AFP)

Berapa Banyak Sebenarnya Korban di Gaza? Kenapa Sering Didebatkan?

Riza Aslam Khaeron • 09 November 2024 13:49
Jakarta: Konflik di Gaza, Palestina telah menimbulkan banyak korban jiwa, tetapi jumlah pasti korban tewas masih menjadi perdebatan karena berbagai faktor, termasuk kepentingan politik, tantangan dalam verifikasi data, dan perbedaan metode pelaporan oleh berbagai pihak.
 
Menurut Kantor Hak Asasi Manusia PBB pada 8 November 2024, 8.119 korban jiwa telah diverifikasi selama perang Gaza.
 
Namun, jumlah ini jauh lebih rendah dari total lebih dari 43.300 korban yang dilaporkan oleh otoritas kesehatan Palestina selama 13 bulan terakhir, angka yang PBB anggap cukup dapat diandalkan.

Wanita dan Anak-Anak Mendominasi Korban

Menurut laporan PBB, sekitar 70% dari korban jiwa yang diverifikasi adalah wanita dan anak-anak.

Anak-anak berusia 18 tahun ke bawah mewakili sekitar 44% dari total korban, dengan anak-anak berusia 5 hingga 9 tahun menjadi kelompok usia terbesar di antara korban, diikuti oleh mereka yang berusia 10-14 tahun, dan kemudian anak-anak yang berusia hingga 4 tahun.
 

Mengapa Jumlah Korban di Gaza Menjadi Kontroversi?

Angka resmi korban jiwa dari Kementerian Kesehatan Palestina sering dipertanyakan, terutama karena pengaruh Hamas dalam pemerintahan Gaza.
 
Namun, banyak pakar dan organisasi internasional, seperti Airwars, menyatakan bahwa angka ini memiliki tingkat keandalan yang cukup tinggi.
 
Pada bulan Juli, survei Airwars menemukan bahwa lebih dari 70% identitas korban yang tercatat sesuai dengan daftar resmi dari Kementerian Kesehatan Gaza.
 
Publikasi daftar korban ini dianggap sebagai langkah transparansi yang memungkinkan verifikasi independen dan meningkatkan kredibilitas data yang disampaikan.
 
Namun, kritik juga muncul dari Washington Institute for Near East Policy, yang menyoroti kemungkinan bahwa Hamas memiliki insentif untuk memperbesar jumlah korban sipil untuk mendapatkan simpati internasional dan menghentikan operasi militer Israel.
 
Dalam laporannya, Institute menunjukkan perbedaan dalam metodologi penghitungan, terutama sejak invasi darat Israel di Gaza pada November.
 
Banyak rumah sakit di Gaza bagian utara berhenti beroperasi, dan laporan jumlah korban beralih ke data dari media, yang memiliki tingkat akurasi lebih rendah dan cenderung memunculkan ketidakpastian terkait angka korban.
 
Laporan yang lebih menyoroti kematian wanita dan anak-anak, sementara kematian pria dewasa kadang tidak dilaporkan secara lengkap, menimbulkan persepsi bahwa angka korban sipil lebih tinggi.
 
Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, pernah menyatakan keraguannya terhadap angka yang dilaporkan oleh pihak Palestina pada 25 Oktober 2023, meskipun kemudian memperhalus pernyataannya setelah bertemu dengan para pemimpin Muslim Amerika.
 
Di sisi lain, lembaga internasional seperti PBB tetap menggunakan data dari Kementerian Kesehatan Palestina karena keterbatasan akses dan tidak adanya alternatif lain yang lebih kredibel.
 
Kementerian Kesehatan Palestina mengumpulkan data dari rumah sakit publik dan swasta di Gaza. Setiap hari, kementerian menerbitkan jumlah korban tewas dan rincian pribadi korban dalam registri terkomputerisasi, yang kemudian diverifikasi oleh unit khusus.
 
Pihak Israel mengklaim bahwa operasi militer mereka dilakukan sesuai dengan prinsip distingsi dan proporsionalitas, dengan penilaian hati-hati terhadap potensi kerugian sipil.
 
Namun, PBB mengkritik penggunaan senjata dengan dampak luas di daerah padat penduduk, yang sering kali mengakibatkan banyaknya korban sipil.
 

Mengapa Penghitungan Korban Menjadi Tantangan? 

Penghitungan korban jiwa dalam konflik di Gaza sangat sulit dilakukan karena kondisi perang di daerah perkotaan yang padat. Banyak korban yang tidak sempat dibawa ke rumah sakit karena keterbatasan akses akibat serangan yang berkelanjutan.
 
Selain itu, kurangnya sumber daya, seperti bahan bakar untuk ambulans, memperumit upaya penghitungan korban jiwa secara akurat.
 
Kementerian Kesehatan juga menghadapi tantangan dalam mengidentifikasi korban yang sudah dalam kondisi tidak dapat dikenali atau yang tidak memiliki keluarga yang melaporkan.
 
Di sisi lain, para pakar menyoroti bahwa kematian tidak langsung juga harus diperhitungkan. Selama satu tahun terakhir, situasi kesehatan di Gaza memburuk secara signifikan.
 
Kekerasan yang terus berlangsung, kekurangan air bersih, makanan, dan layanan kesehatan, serta kerusakan infrastruktur rumah sakit dan perpindahan penduduk, secara tidak terelakkan akan menyebabkan kematian lebih lanjut.
 
Dalam sebuah surat yang diterbitkan pada bulan Juli di jurnal medis The Lancet, diperkirakan bahwa konflik ini bisa menyebabkan kematian 186.000 warga Palestina. Dari total 2,3 juta penduduk Gaza pada tahun 2022, angka ini mewakili 7,9% dari total populasi Gaza.
 

Kesimpulan

Jumlah korban jiwa di Gaza masih menjadi topik yang kontroversial dan sering diperdebatkan, karena adanya kepentingan politik, ketidakpastian dalam verifikasi data, serta kondisi perang yang kompleks.
 
Meskipun angka resmi menunjukkan lebih dari 43.300 orang tewas, jumlah sebenarnya kemungkinan lebih tinggi.
 
Sedangkan verifikasi oleh PBB atas 8.119 korban jiwa yang telah diverifikasi menunjukkan kemungkinan jumlah korban lebih rendah. Namun perlu diingat bahwa PBB telah menyatakan laporan dari Kementerian Gaza cukup bisa dipercaya.
 
Diluar perdebatan, yang pasti adalah konflik ini telah menimbulkan penderitaan besar bagi warga sipil, terutama wanita dan anak-anak, yang menjadi kelompok paling rentan dan terkena dampak paling parah.
 
Baca Juga:
PBB: 70 Persen Korban Jiwa di Gaza Anak-anak dan Perempuan
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WAN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan