Mata uang ini digunakan oleh 14 negara Afrika dan dianggap oleh banyak pihak sebagai simbol dari kolonialisme ekonomi yang berkelanjutan.
Meski Perancis berulang kali menyangkal tuduhan ini, fakta-fakta di lapangan menunjukkan hubungan yang kompleks antara Perancis dan negara-negara pengguna CFA Franc.
Apa Itu CFA Franc?

Foto: Mata Uang CFA Franc. (Getty Images)
CFA Franc, yang berarti "Communauté Financière Africaine," adalah mata uang yang diperkenalkan oleh Perancis setelah Perang Dunia II.
Mata uang ini awalnya dimaksudkan untuk memberikan stabilitas moneter di bekas koloni Perancis, tetapi ternyata membawa konsekuensi ekonomi yang berat bagi negara-negara pengguna.
Salah satu ketentuan utama sistem ini adalah negara-negara anggota harus menyimpan 50% cadangan devisa mereka di Perbendaharaan Perancis, memberikan Perancis kendali besar atas ekonomi mereka.
Saat ini, CFA Franc digunakan oleh 14 negara Afrika yang terbagi dalam dua kelompok utama:
1. UEMOA (Union Économique et Monétaire Ouest-Africaine): Benin, Burkina Faso, Guinea-Bissau, Côte d'Ivoire, Mali, Niger, Senegal, dan Togo.
2. CEMAC (Communauté Économique et Monétaire de l'Afrique Centrale): Kamerun, Republik Afrika Tengah, Chad, Kongo (Brazzaville), Guinea Khatulistiwa, dan Gabon.
Sejarah CFA Franc mencerminkan hubungan yang tidak seimbang antara Perancis dan negara-negara Afrika. Sistem ini dirancang untuk menjaga stabilitas moneter tetapi juga mempertahankan aliran modal dari Afrika ke Perancis.
Menurut data, 11 dari 14 negara pengguna CFA Franc masuk dalam kategori "paling tidak berkembang" menurut Indeks Pembangunan Manusia PBB.
Ndongo Samba Sylla, seorang ekonom Senegal, menyebut CFA Franc sebagai "relik kolonial" dan alat yang "menghambat industrialisasi dan transformasi struktural di Afrika."
Mekanisme Neokolonialisme melalui CFA Franc
Sistem CFA Franc memungkinkan Perancis untuk terus memengaruhi kebijakan ekonomi negara-negara Afrika. Mekanisme utama meliputi:1. Cadangan Devisa: Negara-negara anggota wajib menyimpan 50% cadangan devisa mereka di Perbendaharaan Perancis, sehingga membatasi kontrol mereka atas sumber daya keuangan sendiri. Presiden Chad Idriss Deby menyebut ini sebagai "tali yang menghambat perkembangan Afrika."
2. Kurs Tetap: Nilai tukar CFA Franc yang tetap terhadap Euro, yaitu 1 Euro = 655,957 CFA Franc, memberikan stabilitas tetapi juga membatasi fleksibilitas ekonomi negara pengguna.
Kurs ini tidak hanya menghalangi fleksibilitas kebijakan ekonomi, tetapi juga menciptakan hambatan besar bagi pengembangan ekspor yang kompetitif, terutama di sektor-sektor utama seperti pertanian dan mineral.
Pada masa krisis harga minyak, negara-negara Afrika tidak mampu menyesuaikan nilai tukar untuk melindungi ekonomi domestik mereka.
3. Dominasi Perdagangan: Sistem ini mendorong ekspor bahan mentah ke Eropa, tetapi membatasi pengembangan industri domestik di Afrika. Ini memperkuat ketergantungan ekonomi negara-negara pengguna CFA Franc pada Perancis.
4. Devaluasi Sepihak: Keputusan untuk menurunkan nilai CFA Franc pada tahun 1994 dibuat oleh Perancis dan IMF tanpa mempertimbangkan dampak langsung bagi negara-negara pengguna. Langkah ini memicu inflasi dan menambah beban ekonomi lokal.
Salah satu warga Senegal, Mohamad Keita, menggambarkan efek devaluasi ini sebagai "kekhawatiran dan penderitaan yang mendalam bagi keluarga saya."
5. Rasio Kredit Sedikit: Selain itu, rasio kredit terhadap PDB di zona CFA sangat rendah, hanya 25% di WAEMU dan 13% di CAEMC, jauh di bawah rata-rata Sub-Sahara Afrika sebesar 60%.
Penggunaan CFA Franc telah menuai banyak kritik. Mantan Presiden Senegal, Abdoulaye Wade, menyatakan,
"Jika kami mendapatkan kembali kendali atas moneter kami, kami akan mampu mengelola lebih baik." Kritik ini didukung oleh ekonom Togolese Kako Nubukpo, yang menyebut sistem ini sebagai "perbudakan sukarela."
Aktivis seperti Kemi Seba secara simbolis membakar uang kertas CFA untuk menunjukkan penolakannya terhadap sistem ini.
Reformasi oleh Macron
Pada tahun 2019, Presiden Emmanuel Macron bersama Presiden Alassane Ouattara dari Pantai Gading mengumumkan reformasi CFA Franc, termasuk mengganti mata uang tersebut dengan "Eco" pada tahun 2027.Macron menyatakan bahwa Perancis ingin membantu Afrika "menaklukkan masa depannya." Namun, reformasi ini dipandang oleh banyak pihak sebagai langkah simbolis yang tidak sepenuhnya menghapus ketergantungan pada Perancis.
Sebagai contoh, Eco masih akan terikat pada Euro dengan nilai tukar tetap, yang berarti kendali ekonomi tetap berada di tangan luar. Ndongo Samba Sylla menegaskan bahwa perubahan ini hanyalah "penggantian nama tanpa reformasi struktural nyata."
CFA Franc mungkin memberikan stabilitas, tetapi sistem ini mencerminkan ketergantungan ekonomi yang berakar pada kolonialisme.
Reformasi yang dirancang oleh Macron adalah langkah awal, tetapi untuk mencapai kedaulatan penuh, negara-negara Afrika perlu membangun sistem moneter yang benar-benar independen dari pengaruh asing.
Baca Juga:
Dituding Campur Tangan di Pemilu AS, Iran dan Rusia Dapat Sanksi
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News