Rafah adalah kota di Gaza yang saat ini menjadi tempat perlindungan terakhir bagi lebih dari satu juta pengungsi. Israel meyakini sejumlah pejuang kelompok Hamas bersembunyi di sana.
"Bahwa kami bertekad untuk menyelesaikan pemusnahan batalion-batalion (Hamas) ini di Rafah, dan tidak ada cara lain untuk melakukan itu kecuali melakukan operasi militer," ungkap Netanyahu kepada anggota parlemen Israel, seperti dilansir dari Channel News Asia pada Rabu, 20 Maret 2024.
Kedua pemimpin berbicara melalui telepon pada Senin lalu. Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih Jake Sullivan mengatakan Washington meyakini bahwa penyerbuan darat ke Rafah merupakan sebuah "kesalahan," dan bahwa Israel dapat mencapai tujuan militernya dengan cara lain.
Pejabat AS dan Israel kemungkinan akan bertemu awal pekan depan di Washington untuk membahas operasi militer Israel di Rafah, kata juru bicara Gedung Putih Karine Jean-Pierre pada hari Selasa, mengutip kekhawatiran mendalam tentang laporan bencana kelaparan yang dikhawatirkan segera terjadi di Gaza.
Jean-Pierre mengatakan Biden telah meminta Netanyahu untuk mengirim tim senior yang terdiri dari pejabat militer, intelijen, dan kemanusiaan ke Washington untuk diskusi komprehensif dalam beberapa hari mendatang.
AS telah meluncurkan dorongan diplomatik baru untuk gencatan senjata di Gaza dalam perang yang telah berlangsung hampir enam bulan. Gencatan senjata ditujukan untuk membebaskan sandera tersisa dan memberikan bantuan pangan guna menangkal kelaparan di Gaza.
Menteri Luar Negeri Antony Blinken mengumumkan perjalanan ke Timur Tengah di mana ia akan bertemu para pemimpin senior Mesir dan Arab Saudi untuk membahas arsitektur yang tepat untuk perdamaian abadi. Tidak seperti biasanya, Blinken tidak menyebutkan kunjungan ke Israel, dan Kementerian Luar Negeri Israel mengatakan pihaknya belum menerima pemberitahuan untuk mempersiapkan kunjungan tersebut.
Bencana Kelaparan
Badan pemantau kelaparan internasional IPC, yang laporannya kerap diandalkan PBB, mengatakan pada Senin lalu bahwa kekurangan pangan di Gaza telah jauh melampaui tingkat kelaparan. Disebutkan juga bahwa kematian massal akibat kelaparan di kalangan warga Gaza bisa terjadi jika tidak segera ada gencatan senjata.Israel, yang pada awalnya hanya mengizinkan bantuan melalui dua pos pemeriksaan di tepi selatan Gaza, membantah bersalah atas kelaparan di wilayah tersebut dan mengatakan pihaknya sudah membuka rute baru melalui darat, laut, dan udara.
Dikatakan Israel bahwa PBB dan lembaga bantuan lainnya harus berbuat lebih banyak untuk mendatangkan makanan dan mendistribusikannya. PBB mengatakan hal ini tidak mungkin terjadi tanpa akses dan keamanan yang lebih baik, yang keduanya merupakan tanggung jawab Israel.
"Besarnya pembatasan yang dilakukan Israel terhadap masuknya bantuan ke Gaza, dan cara Israel terus melakukan permusuhan, mungkin sama saja dengan menggunakan kelaparan sebagai senjata perang, yang merupakan kejahatan perang,” kata juru bicara kantor Hak Asasi Manusia PBB, Jeremy Laurence.
Baca juga: Kelaparan di Gaza Semakin Parah, Kematian Massal Dapat Segera Terjadi
Dialog Gencatan Senjata
Perundingan gencatan senjata dilanjutkan pekan ini di Qatar, setelah Israel menolak proposal balasan dari Hamas minggu lalu. Delegasi Israel yang dipimpin kepala mata-mata negara itu melakukan perjalanan ke Qatar di hari Senin, meski seorang pejabat Israel mengatakan Tel Aviv yakin perjanjian apa pun akan memakan waktu setidaknya dua minggu untuk diterapkan.Kedua belah pihak telah membahas gencatan senjata selama enam minggu, yang akan membebaskan sekitar 40 sandera Israel sebagai imbalan atas pembebasan ratusan tahanan Palestina dari penjara-penjara Israel. Selama gencatan senjata, bantuan kemanusiaan juga akan disalurkan ke Jalur Gaza.
Namun, Israel dan Hamas belum mempersempit perbedaan mengenai apa yang akan terjadi setelah gencatan senjata. Israel mengatakan bahwa pihaknya hanya akan melakukan negosiasi untuk menangguhkan pertempuran, dan Hamas mengatakan pihaknya tidak akan melepaskan sandera tanpa rencana yang lebih luas untuk mengakhiri perang.
Seorang pejabat Palestina yang dekat dengan perundingan mediasi mengatakan kepada Reuters bahwa babak baru di Qatar diperkirakan akan berlangsung "sangat sulit," dan ia menuduh Israel sengaja mengulur waktu. (Nabila Ramadhanty Putri Darmadi)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News