Dalam sebuah pidato di televisi, Rouhani menegaskan bahwa Iran akan "memberikan respons keras terhadap perundungan AS."
"Mereka sedang menuju jurang kekalahan dalam langkah terkait sanksi. Mereka menghadapi kekalahan dan juga respons negatif dari komunitas internasional," tutur Rouhani, dilansir dari BBC, Senin 21 September 2020.
Pemerintahan AS di bawah Presiden AS Donald Trump mengatakan, langkah penerapan kembali sanksi sesuai dengan mekanisme perjanjian nuklir 2015, Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).
Inggris, Prancis, dan Jerman menegaskan bahwa AS tidak memiliki wewenang untuk menerapkan kembali sanksi kepada Iran. Ketiga negara -- bersama Tiongkok, Rusia, dan AS -- merupakan pihak penandatangan JCPOA untuk meredam program nuklir Iran di tahun 2015.
AS sudah keluar dari JCPOA pada 2018. Iran pun membalas langkah itu dengan melanggar JCPOA, yakni meningkatkan pengayaan uranium dari batas yang sudah ditetapkan.
Melalui Menteri Luar Negeri Mike Pompeo, AS menegaskan bahwa sanksi Iran sudah diberlakukan kembali. Washington menyebut penerapan kembali sanksi ini bisa terwujud berkat mekanisme bernama "snapback."
Namun deklarasi AS dimentahkan semua anggota Dewan Keamanan PBB, dan badan tersebut tidak mengambil langkah lebih jauh. Dampak dari keputusan terbaru AS belum diketahui pasti.
Sebelumnya, Menlu Iran Mohammad Javad Zarif menegaskan bahwa klaim Amerika Serikat mengenai penerapan kembali sanksi PBB sebagai sesuatu yang "tak berdasar."
Dalam wawancara bersama televisi nasional, Zarif menggarisbawahi mekanisme "snapback" tidak disinggung dalam Resolusi 2231 dan JCPOA.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News