Sejak awal November, konflik bersenjata meletus antara pasukan pemerintah Ethiopia dan Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF) di wilayah Tigray. Pemerintah Ethiopia menuding TPLF telah berkhianat dengan menyerang sebuah pangkalan militer di kawasan.
Ethiopia juga menuduh TPLF telah menyerang sejumlah infrastruktur penting, termasuk sebuah bandara.
"Jummlah pengungsi Ethiopia (di Sudan) yang melarikan diri dari perang di area Tigray telah melampaui 45 ribu," kata Khaled.
"Di waktu bersamaan, isu-isu lokal (terkait tempat permukiman bagi pengungsi) tetap berlanjut karena kinerja organisasi kemanusiaan relatif lamban," sambungnya.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) khawatir konflik Tigray dapat memicu krisis kemanusiaan.
Minggu kemarin, Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed melayangkan ultimatum kepada TPLF untuk segera menyerah dalam 72 jam atau hingga Rabu besok. PM Abiy menyerukan semua warga Tigray untuk bergabung dengan pemerintah, karena Mekelle -- ibu kota Tigray -- akan segera dikepung.
Pemimpin TPLF Debretsion Gebremichael menolak ultimatum, dan mengaku akan terus berjuang hingga akhir. "Ia (PM Abiy) tidak memahami siapa kami sebenarnya. Kami adalah masyarakat berprinsip, dan siap mati dalam mempertahankan hak-hak membela wilayah ini," kata Gebremichael, dikutip oleh media AFP.
Baca: Pasukan Tigray Abaikan Ultimatum Pemerintah Ethiopia
Ethiopia adalah mosaik dari berbagai suku etnis -- Amhara, Oromo, Tigrayan, Sidama, Gurage, Wolayta, dan Somali. Tokoh bernama Meles Zenawi dan kelompok elite Tigrayan menguasai Ethiopia, sebelum akhirnya kehilangan kekuasaan usai kematiannya di tahun 2012.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News