Rodrigo Duterte usai diambil sumpah sebagai Presiden Filipina (Foto: EPA)
Rodrigo Duterte usai diambil sumpah sebagai Presiden Filipina (Foto: EPA)

Tantangan Duterte sebagai Presiden Filipina yang Baru

Fajar Nugraha • 30 Juni 2016 14:43
medcom.id, Manila: Mantan Wali Kota Davao Rodrigo Duterte diambil sumpahnya sebagai Presiden Filipina yang baru. Duterte menggantikan Benigno Aquino.
 
Pengambilan sumpah Duterte diambil di Istana Malacang, Manila. Pria berusia 71 tahun itu menerima serah terima jabatan dari Aquino, yang telah memimpin Filipina selama enam tahun terakhir.
 
(Baca: Rodrigo Duterte Resmi Jadi Presiden Filipina https://www.medcom.id/internasional/asia/nN9GOGRk-rodrigo-duterte-resmi-jadi-presiden-filipina)
 
Duterte menarik perhatian dengan berjanji untuk membersihkan Filipina dari kejahatan. Dirinya pun bersumpah untuk menembak mati pengedar narkoba dan menghancurkan para koruptor. 
 
Semua janjinya itu akan dilakukan dalam waktu enam bulan pertama pemerintahannya. Memegang kitab Injil, Duterte yang ditemani putrinya, Veronica, mengambil sumpah pada Kamis 30 Juni.
 
"Rakyatlah yang membuat pemerintahan demokratis semakin kuat, tak terkecuali pemerintahan ini," ujar Duterte, seperti dikutip Time, Kamis (30/6/2016).
 
"Kami harus mendengarkan rakyat, berikan mereka perhatian dan tentunya menyediakan kebutuhan agar tetap percaya dengan kami (pemerintah)," imbuhnya.
 
Tantangan Duterte sebagai Presiden Filipina yang Baru
Presiden Filipina Rodrigo Duterte (Kiri) (Foto: AFP)
 
Sebagai seorang pemimpin dari negara dengan 98 juta penduduk, Duterte memiliki waktu enam tahun untuk mewujudkan janji-janjinya. Tentunya konsistensinya akan menjadi ucapan.
 
Tetapi ada beberapa masalah yang akan dihadapi pria yang disebut media sebagai "Donald Trump Filipina" itu. Tantangan tersebut antara lain:
 
1. Ekonomi
 
Di atas kertas Filipina saat ini pertumbuhan ekonominya termasuk bagus. Pedapatan per kapita bertambah 6,1 persen, sementara inflasi berada di bawah dua persen dan investasi asing meningkat. Tetapi warisan pertumbuhan ekonomi rendah selama dua dekade terakhir,-khususnya usai pemerintahan Ferdinand Marxos,- masih terasa.
 
Peningkatan ekonomi Filipina saat ini terbatas kepada konglomerat dan kurang inklusif. Sementara usaha kecil dan menengah,-yang memperkerjakan 60 persen rakyat- masih berjuang untuk hidup. Bank lokal, yang diharuskan oleh hukum untuk memberikan pinjaman kepada usaha kecil, lebih memilih untuk membayar denda daripada menenuhi kewajibannya. Selain itu, Ibu Kota Manila, masih tetap mendominasi perekonomian Filipina di saat biaya hidup meningkat, infrastruktur kurang dan kemacetan yang membuat kota itu tidak layak ditinggali.
 
"Rakyat bekerja keras dan berupaya untuk menjadi bagian dari pertumbuhan ekonomi, tetapi tidak pernah merasakan keuntungannya," menurut pengamat ekonomi Universitas Ateneo de Manila Ronald U. Mendoza.
 
Kabinet baru bentukan Duterte mungkin berupaya untuk memecahkan permasalahan dengan memindahkan pemerintahan dari luar ibu kota. Pemintahan ini bisa meningkatkan perkembangan wilayah dan infrastruktur. Ini juga bisa menarik investasi asing di wilayah yang dianggap kurang kompetitif. 

Tantangan Duterte sebagai Presiden Filipina yang Baru
Duterte bersama mantan Presiden Beniqno Aquino (Foto: AFP)
 
2. Kejahatan
 
Duterte dipilih karena janjinya untuk menghapuskan peredaran narkoba, kejahatan dan korupsi dalam waktu enam bulan. 22 tahun sebagai Wali Kota Davao, Duterte dipuji karena mengubah kota dengan 1,5 juta penduduk itu sebagai salah satu kota teraman.
 
Tidak dapat dipungkiri bahwa pasukan kematian beroperasi di Davao dan secara acak mengeksekusi pelaku kriminal di jalan. Duterte pun mengulang kembali janjinya dan bersumpah untuk membunuh 100 ribu penjahat dan membuang mayat mereka di Teluk Manila agar ikan-ikan menjadi gemuk. 
 
Sejak menjadi presiden terpilih, Duterte secara terbuka meminta polisi di seluruh negara untuk membunuh kriminal. Duterte juga mengumumkan rencana membayar sekitar USD30 ribu kepada setiap polisi yang bisa menghabisi pengedar narkoba dan Duterte memberikan uang pribadinya sebesar USD6.000 untuk hadiah itu. Secara tidak terduga, pembunuhan oleh polisi meningkat 400 persen setiap harinya di seluruh Filipina sejak kemenangannya dalam pemilu. Selain itu, Duterte juga ingin menerapkan kembali hukuman mati.
 
3. Konflik Laut China Selatan
 
Di bawah pemerintahan Benigno Aquino, Filipina memperkuat persekutuannya dengan Amerika Serikat (AS) dan menentang dengan keras klaim Tiongkok terhadap Laut China Selatan. Baik Filipina dan Tiongkok, sama-sama mengklaim wilayah Pulau Spratly, yang dikenal kaya akan sumber daya alam.
 
Bagi AS, kemenangan Duterte memberikan kekhawatiran karena pria berusia 71 tahun itu membentengi diri dari sekutu kuncinya. Duterte bahkan mengatakan,"Kami akan menentukan arah sendiri". Kemudian, Duterte juga mengadopsi pendekatan pragmatis dengan Tiongkok dengan mengatakan bahwa dirinya tidak memikirkan perang dan mendukung dialog bilateral serta arbitrase internasional.
 
Duterte juga menyarankan eksplorasi minyak dan gas bersama di wilayah Laut China Selatan dan akan menggunakan keuntungan eksplorasi itu demi membangun kereta api cepat melintasi Mindanao dan Luzon.
 
4. Konflik Filipina Selatan
 
Wilayah selatan Filipina,-terutama di Pulau Mindano yang merupakan rumah dari Duterte- sudah lama dipenuhi dengan kelompok separatis Marxist dan etnis. Meskipun pemerintah sudah sepakat berdamai dengan dua kelompok pemberontak utama, pecahan dari kelompok itu masih melanjutkan konflik yang sudah menewaskan 120 ribu jiwa sejak era 1970an.
 
Kelompok militan Abu Sayyaf yang berada di wilayah selatan Filipina, bersumpah untuk setia kepada kelompok Islamic State (ISIS). Abu Sayyaf mengejutkan dunia dengan mengeksekusi dua sandera Kanada dan menyekap warga lainnya, seperti yang dialami oleh tujuh warga negara Indonesia (WNI) yang diculik di Jolo.
 
Tetapi Duterte dikenal memiliki rasa simpati terhadap beberapa pemberontak dan sejak lama mendukung sistem federal demi membawa perdamaian di Filipina selatan. Tetapi hingga kini belum diketahui detail dari sistem federal yang diajukan oleh Duterte.
 
5. Mempertahankan jabatan presiden
 
Selama kampanye, dikenal kerap melontarkan ucapan kotor. Manajer kampanye Duterte, Peter Lavina memastikan kepada jurnalis bahwa segala bentuk ucapan kotor itu tidak akan dibawa ketika dia masuk ke Istana Malacanang.
 
Tetapi hingga menjelang pengambilan sumpah, omongan kotor dari Duterte masih tetap keluar. Beberapa kali dirinya bersitegang dengan jurnalis. Hingga pada akhirnya, Duterte pun bersumpah untuk tidak berbicara kepada media hingga akhir jabatannya.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FJR)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan