Warga Palestina merayakan Idulfitri di tengah gempuran serangan Israel. (AFP)
Warga Palestina merayakan Idulfitri di tengah gempuran serangan Israel. (AFP)

Idulfitri Tanpa Gencatan Senjata di Gaza

Marcheilla Ariesta • 10 April 2024 10:24
Bulan suci Ramadan telah usai dan kemenangan Idulfitri sudah di depan mata. Sayangnya, kemenangan sebagai individu yang merdeka dan damai masih belum dirasakan masyarakat Gaza, Palestina.
 
Perundingan gencatan senjata yang alot masih terus terjadi. Entah kapan perang berhenti. Malahan, Israel berencana melakukan serangan darat ke Rafah, tempat para warga Palestina mengungsi dan jalur masuknya bantuan kemanusiaan via darat.
 
Jika serangan terus dilakukan di sana, bagaimana nasib warga Palestina?

Pasalnya, tak hanya dibayangi ketakutan akan diserang senjata militer. Kelaparan yang berujung pada kurangnya gizi dan kematian juga mulai menghampiri para warga.
 
Layanan kesehatan sudah tak bisa lagi melayani para pasien, baik akibat perang maupun yang memang sakit. Sanitasi tak terpenuhi, makanan tak tersedia, bagaimana bisa mereka merayakan Idulfitri di tengah situasi seperti itu?
 
Rasa-rasanya tidak benar kita merayakan Idulfitri bermewah-mewah sementara saudara di Gaza kelaparan. Namun, siapa sangka warga Gaza masih bersemangat untuk menjalankan ibadah di tengah ketakutan.
 
Perundingan Gencatan Senjata Alot
 
Hamas sedang mempertimbangkan kerangka baru untuk gencatan senjata yang diusulkan dalam putaran perundingan terakhir di Kairo, Mesir. Setelah sebelumnya mereka menolak proposal yang ada karena dianggap tidak akan membawa akhir bagi perang ini.
 
Sebelumnya, Israel dan Hamas telah mengirim tim ke Mesir pada hari Minggu kemarin untuk melakukan pembicaraan yang melibatkan mediator Qatar dan Mesir serta Direktur Badan Intelijen Pusat Amerika Serikat (CIA) William Burns.
 
Kehadiran Burn menggarisbawahi meningkatnya tekanan dari sekutu utama Israel, AS, untuk mencapai kesepakatan yang akan membebaskan sandera Israel yang masih ditahan di Jalur Gaza dan memberikan bantuan kemanusiaan kepada warga sipil Palestina di tengah perang.
 
Namun pejabat senior Hamas, Ali Baraka, mengatakan bahwa, "Kami menolak usulan terbaru Israel (dan AS) yang diberitahukan pihak Mesir kepada kami. Politbiro telah bertemu hari ini, dan memutuskan hal tersebut."
 
Serangan ke Rafah
 
Sementara itu pada hari Senin kemarin di Yerusalem, sehari setelah pasukan Israel menarik diri dari beberapa wilayah di Gaza selatan, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengatakan dirinya telah menerima laporan rinci tentang perundingan di Kairo.
 
"Kami terus berupaya mencapai tujuan kami, yang pertama dan terpenting adalah pembebasan semua sandera dan mencapai kemenangan penuh atas Hamas," ucap Netanyahu.
 
"Kemenangan ini memerlukan masuknya (pasukan darat) ke Rafah dan penghapusan batalion teroris di sana. Itu akan terjadi. Sudah ada tanggalnya," sambung dia, tanpa menyebutkannya secara spesifik.
 
Rafah adalah tempat perlindungan terakhir bagi warga sipil Palestina yang terpaksa mengungsi akibat pengeboman tanpa henti Israel yang meratakan lingkungan tempat tinggal mereka. Ini juga merupakan benteng pertahanan terakhir yang signifikan bagi unit tempur Hamas, kata Israel.
 
Lebih dari satu juta orang berdesakan di Rafah dalam kondisi putus asa, kekurangan makanan, air dan tempat tinggal. Pemerintah dan organisasi asing telah mendesak Israel agar tidak menyerbu Rafah karena khawatir akan terjadi pertumpahan darah.
 
Keanggotaan Penuh Palestina di PBB
 
Di luar kabar menyedihkan, terselip harapan bagi negara Palestina. Dewan Keamanan PBB membuka peluang Palestina untuk menjadi anggota penuh organisasi itu.
 
Palestina, yang berstatus pengamat di badan dunia tersebut sejak tahun 2012, telah melakukan lobi selama bertahun-tahun untuk mendapatkan keanggotaan penuh, yang berarti pengakuan terhadap negara Palestina.
 
“Hari ini adalah momen bersejarah,” utusan Palestina untuk PBB Riyad Mansour mengatakan kepada wartawan Senin ketika para anggota Dewan Keamanan, melalui komite ad hoc mengenai keanggotaan baru, memulai proses peninjauan setelah Palestina pekan lalu meluncurkan kembali pencalonan resmi mereka pada tahun 2011.
 
“Yang kami minta hanyalah mengambil tempat yang selayaknya kami di tengah komunitas bangsa-bangsa, diperlakukan setara. Setara dengan bangsa dan negara lain, untuk hidup dalam kebebasan dan martabat, dalam perdamaian dan keamanan, di tanah leluhur kami,” Mansour ungkapnya di Majelis Umum PBB.
 
Fakta bahwa diskusi ini diadakan sudah merupakan kemenangan bagi teror genosida yang dilakukan oleh Israel terhadap warga Palestina di Gaza.
 
DK PBB mengatakan pada Senin bahwa mereka akan memutuskan pada bulan ini mengenai upaya Palestina untuk menjadi anggota penuh PBB. Namun kampanye jangka panjang tersebut kemungkinan besar tidak akan bertahan dari perlawanan AS.
 
Ketika perang Gaza memasuki bulan ketujuh, langkah dewan tersebut digambarkan sebagai tindakan “bersejarah” oleh Palestina, namun dikecam dengan marah oleh Israel.
 
Warga Sipil Tewas
 
Selama enam bulan perang, lebih dari 33.100 warga Palestina telah terbunuh sejak 7 Oktober, kata otoritas kesehatan Gaza. Perang dimulai ketika Hamas memimpin serangan terhadap Israel yang menewaskan sekitar 1.200 orang.
 
Korban terbanyak adalah perempuan dan anak-anak. Mereka tewas dalam serangan yang diklaim Israel ‘memburu Hamas’.
 
Sementara itu, sekitar 31 anak tewas akibat kelaparan. Kemungkinan angka terus akan terus bertambah.
 
Di hari yang fitri ini, kiranya para warga dunia yang terzolimi dapat ikut merayakan hari kemenangan. Kiranya secercah harapan itu menjadi semakin besar dan nyata bagi warga Gaza dan Palestina.
 
Baca juga: Kerangka Baru Gencatan Senjata di Gaza Dipertimbangkan Hamas
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FJR)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan