Protes dokter Korea Selatan yang picu gangguan layanan. Foto AFP
Protes dokter Korea Selatan yang picu gangguan layanan. Foto AFP

Mogok Kerja Dokter Muda Guncang Layanan Medis Korea Selatan

Willy Haryono • 04 Maret 2024 16:53
Jakarta: Layanan medis di Korea Selatan sedang tidak baik-baik saja. Bagaimana tidak, sejak pertengahan Februari hingga awal Maret 2024, kegiatan operasional sejumlah rumah sakit di Negeri Gingseng terganggu karena ribuan dokter muda dan yang berstatus magang dan pelatihan (residen) melakukan aksi mogok kerja massal.
 
Banyak pasien ditolak dari unit gawat darurat, perjanjian rawat jalan dibatalkan, dan berbagai operasi medis ditunda hingga batas waktu yang tak ditentukan. Apa yang sebenarnya terjadi?
 
Sejak lebih dari sepekan terakhir, prosedur medis di beberapa rumah sakit terbesar di Korea Selatan terganggu parah. Aksi mogok kerja para dokter muda tak kunjung berhenti, walau pemerintah telah melayangkan ancaman tindakan tegas, termasuk pencabutan izin praktik. Pemogokan berkepanjangan ini dapat menimbulkan konsekuensi yang sangat buruk di Korea Selatan, negara yang sistem layanan medisnya begitu tergantung pada kinerja dokter-dokter muda.

Perselisihan antara dokter muda dan pemerintah Korsel sudah dimulai sejak awal Februari. Kala itu, pemerintah mengusulkan untuk menerima lebih banyak mahasiswa kedokteran untuk mengatasi kekurangan dokter yang sudah berlangsung lama di Korea Selatan.
 
Baca: Abaikan Ultimatum, Izin Praktik Dokter Muda Korsel Terancam Ditangguhkan.

 
Dokter magang dan residen merespons rencana pemerintah dengan mengatakan bahwa kekurangan tersebut tidak terjadi di seluruh industri, tetapi terbatas pada spesialisasi tertentu, seperti perawatan di unit gawat darurat. Para dokter muda mengatakan rencana pemerintah tidak akan menyelesaikan masalah, seraya menambahkan bahwa mereka adalah korban dari sistem bobrok di mana kondisi lingkungan kerja begitu 'keras' namun upahnya relatif rendah.
 
Memprotes kondisi kerja serta rencana pemerintah, para dokter muda pun turun ke jalan. Mereka mengancam akan mogok kerja atau berhenti sepenuhnya dari pekerjaan mereka. Secara umum, para dokter senior di Korea Selatan mendukung klaim dan keluh kesan rekan-rekan mereka yang lebih muda.
 
Namun ketika survei menunjukkan dukungan luas masyarakat terhadap rencana penambahan jumlah dokter, pemerintah Korea Selatan tidak bergeming. Sebagian pihak melihat aksi mogok kerja ini hanya sebagai taktik untuk menaikkan gaji.
 
Dokter yang masih dalam masa pelatihan –,yang merupakan bagian penting dari rumah sakit besar di Korea Selatan,– mulai mengajukan pengunduran diri mereka pada 19 Februari. Hingga 28 Februari, hampir 10.000, atau sekitar 10 persen dari seluruh dokter di Korea Selatan telah mengajukan pengunduran diri. Namun sebagian besar pengunduran diri tersebut belum diterima pihak rumah sakit.
 
"Tidak mungkin membenarkan tindakan kolektif yang membahayakan kesehatan masyarakat dan mengancam nyawa serta keselamatan mereka," kata Presiden Yoon Suk Yeol belum lama ini.
 
Pemerintahan Yoon mengatakan jika para dokter kembali bekerja pada 29 Februari, mereka tidak akan menghadapi dampak hukum apa pun. Jika tidak, maka para dokter muda berisiko kehilangan izin medis dan juga didenda hingga 30 juta won. Kementerian Kesehatan Korsel telah melayangkan pengaduan ke polisi terhadap segelintir dokter yang dinilai telah melanggar hukum kedokteran.

Penolakan Rumah Sakit

Banyak prosedur medis ditunda. Pasien telah diberitahu di menit-menit akhir bahwa perjanjian dengan dokter telah ditunda tanpa batas waktu. Beberapa dirujuk ke klinik yang lebih kecil.
 
Untuk sementara waktu, pemerintah mengizinkan rumah sakit untuk membolehkan perawat menggantikan posisi dokter jika memang diperlukan. Walau demikian, banyak rumah sakit besar masih kekurangan staf sehingga menimbulkan keluhan dari masyarakat.
 
Sebuah kasus digunakan kedua belah pihak untuk memperkuat argumen mereka. Seorang wanita berusia 80-an tahun yang mengidap kanker stadium akhir ditolak beberapa ruang gawat darurat. Ketika pasien itu akhirnya dirawat, dia dinyatakan meninggal dunia pada saat kedatangan.
 
Bagi pemerintah dan pendukungnya, hal ini menunjukkan betapa kekurangan dokter dapat berakibat fatal bagi pasien – meski penyelidikan pemerintah menyimpulkan bahwa kematian perempuan tersebut tidak ada hubungannya dengan aksi mogok kerja dokter.
 
Bagi para dokter muda, ini adalah tanda paling jelas dari masalah struktural yang telah lama membebani perawatan darurat di Korea Selatan. Sistem medis di Korea Selatan memungkinkan pasien yang mengalami cedera atau penyakit ringan untuk mendapatkan perawatan di ruang gawat darurat, dengan menggunakan sumber daya yang seharusnya hanya diberikan kepada pasien dalam kondisi parah atau kritis, menurut klaim para dokter.


Apa yang Ditawarkan Pemerintah?

Kebutuhan jumlah dokter di Korea Selatan sangat mendesak di tengah semakin menuanya populasi di negara tersebut. Korea Selatan hanya memiliki sekitar 2,6 dokter untuk setiap 1.000 orang, dibandingkan rata-rata 3,7 dokter di negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD).
 
Awal bulan ini, Kementerian Kesehatan Korsel mengusulkan peningkatan penerimaan sekolah kedokteran menjadi sekitar 5.000 siswa per tahun dari sebelumnya 3.000, mulai 2025. Ini akan menjadi peningkatan pertama sejak tahun 2006. Pemerintah juga berjanji untuk menghabiskan lebih dari 10 triliun won untuk meningkatkan layanan penting di seluruh negeri, terutama layanan kesehatan di daerah pedesaan.
 
Para dokter berpendapat bahwa peningkatan jumlah mahasiswa kedokteran tidak akan banyak mengubah status quo. Upaya serupa yang dilakukan pendahulu Yoon 2020 untuk meningkatkan jumlah dokter mengakibatkan pemogokan dokter yang berlangsung selama sebulan. Pemerintah akhirnya menunda rencana tersebut.


Apa yang Diinginkan Para Dokter?

Para dokter magang dan residen di Korsel memiliki daftar keluhan panjang. Walau beberapa dokter mapan di Korsel mendapat gaji tinggi, para dokter yang sedang menjalani pelatihan mengaku harus bekerja berjam-jam dengan gaji kecil, walau mereka adalah tulang punggung sistem medis di negaranya.
 
Di Korsel, dokter magang dan residen menghasilkan sekitar USD3,000 per bulan dan seringkali bekerja lebih dari 80 jam seminggu, menurut komunitas medis. Dokter muda sering kali merupakan sepertiga atau lebih dari total tenaga kerja di beberapa rumah sakit besar di Korsel.
 
Mereka mengatakan pemerintah Korsel seolah mengabaikan masalah struktural yang membuat beberapa spesialisasi seperti bedah kosmetik dan dermatologi lebih menguntungkan dibandingkan layanan penting seperti unit gawat darurat dan pediatri.
 
Asosiasi Medis Korea dan Asosiasi Magang dan Residen Korea, dua kelompok dokter terbesar di Korsel, menuntut kondisi kerja yang lebih baik bagi para dokter muda di layanan penting, upah yang lebih setara di semua spesialisasi, dan pencabutan perluasan batas penerimaan sekolah kedokteran.
 
“Dalam kondisi saat ini, tidak mungkin bagi dokter untuk merawat pasien dengan misi," kata Joo Soo-ho, juru bicara Asosiasi Medis Korea.

Ada Unsur Politik?

Rencana meningkatkan jumlah mahasiswa kedokteran mendapat dukungan luas di kalangan masyarakat Korea Selatan, menurut sejumlah survei. Sebanyak 76 persen responden mendukung rencana tersebut.
 
Proposal untuk meningkatkan penerimaan sekolah kedokteran adalah bagian dari rencana kebijakan layanan kesehatan yang lebih luas Yoon, beberapa bulan sebelum pemilu parlemen di bulan April. Tingkat kepuasan publik terhadap Yoon meningkat karena dia menentang tuntutan para dokter muda.
 
Selama hampir dua tahun masa jabatannya, Yoon telah berjuang dengan tingkat kepuasan publik yang rendah, kenaikan harga konsumen, dan skandal terkait istrinya, kebijakannya, dan penanganan bencana.
 
Dengan melakukan perubahan yang telah dicoba pendahulunya namun gagal diterapkan karena penolakan para dokter, Yoon berharap dapat meningkatkan popularitasnya di tahun pemilu.
 
Saat ini, ketegangan antara para dokter muda dan pemerintah Korsel belum menurun. Keduanya masih sama-sama berkukuh atas pendirian masing-masing. Pada akhirnya, kebuntuan seperti ini hanya akan merugikan para pasien, terutama mereka yang membutuhkan prosedur medis darurat.
 
Apakah harus ada lebih banyak korban jiwa sebelum kedua pihak akhirnya menyepakati sebuah solusi? Ini adalah momen kritis bagi Korea Selatan, negara yang membanggakan diri sebagai salah satu penyedia layanan kesehatan paling terjangkau di dunia.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FJR)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan