Ia menegaskan perpanjangan tenggat waktu akan diambil jika hal tersebut memang dirasa "perlu" untuk dilakukan.
"Saya siap memperpanjang tanggal perpisahan jika tambahan waktu memang diperlukan untuk alasan yang baik," kata von der Leyen dalam sidang konfirmasi penetapan jabatan di Parlemen Eropa di Strasbourg, Prancis, Selasa 16 Juli 2019.
Pernyataan von der Leyen langsung memicu cemoohan dari sejumlah anggota pro-Brexit di Parlemen Eropa.
Saat ini Inggris sedang mengupayakan adanya perjanjian dengan UE sebelum Brexit terjadi pada 31 Oktober. Perdana Menteri Theresa May sudah berulang kali gagal menghadirkan perjanjian, dan pada akhirnya memilih mundur.
Boris Johnson, salah satu kandidat terkuat pengganti PM May, mengaku siap menghadirkan perjanjian dengan UE sebelum tenggat waktu.
Baca: PM May Mundur dari Ketua Partai Konservatif Inggris
Selain soal Brexit, von der Leyen menyatakan dirinya berjanji akan menghadirkan 'perjanjian hijau' di 100 hari pertamanya sebagai Presiden Komisi Eropa. 'Perjanjian hijau' merujuk pada tekad von der Leyen dalam menjadikan Eropa sebagai benua bebas emisi karbon pada 2050.
Von der Leyen bertekad menjadikan UE sebagai pemimpin terdepan untuk mendorong "ambisi internasional" dalam memerangi perubahan iklim.
Sedikitnya 24 dari 28 negara anggota UE berjanji akan menetapkan target Eropa bebas karbon pada pertengahan abad ini.
Beberapa negara Eropa timur seperti Polandia, Hongaria dan Republik Ceko sejauh ini belum mau menetapkan target karena masih tergantung dengan batu bara dan bahan bakar fosil.
Menurut von der Leyen, dalam mencapai Eropa bebas karbon, UE harus melampaui target memangkas 40 persen emisi yang ditetapkan untuk 2030. Target tersebut telah ditetapkan dalam Perjanjian Iklim Paris 2015.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News