Insiden ini terjadi di wilayah desa Bolshoye Soldatskoye, Kursk, Rusia, seperti dilaporkan oleh Channel Telegram militer Rusia "Spy Dossier".
Poster pencarian menyebutkan bahwa ketiga tentara Korea Utara tersebut dianggap "bersenjata dan berbahaya" dan menganjurkan masyarakat untuk melapor ke Departemen Dalam Negeri Regional Kursk jika melihat mereka.
Menurut laporan Radio Free Asia (RFA), ketiga tentara tersebut merupakan bagian dari kontingen tentara Korea Utara yang dikerahkan Rusia untuk mendukung perang melawan Ukraina.
Ukraina dan Amerika Serikat memperkirakan bahwa sekitar 12.000 tentara Korea Utara saat ini berada di Rusia, meskipun baik Moskow maupun Pyongyang belum secara resmi mengakui keberadaan mereka.
Dugaan Penyebab dan Tantangan di Lapangan
Tidak ada alasan resmi yang diberikan terkait motif pembunuhan tersebut. Namun, beberapa blogger militer Rusia menduga bahwa insiden ini disebabkan oleh "tembakan salah" akibat kendala bahasa yang signifikan antara tentara Rusia dan Korea Utara.Sebelumnya, pada Desember 2024, Badan Intelijen Pertahanan Ukraina (DIU) melaporkan bahwa kendala bahasa telah menyebabkan sejumlah insiden serupa.
Dalam satu kasus, tentara Korea Utara dilaporkan menembaki kendaraan milik Batalyon Akhmat yang berisi pasukan Chechnya, menewaskan delapan tentara.
"Hambatan komunikasi ini menjadi kendala besar di medan perang, mengakibatkan kesalahan fatal yang berdampak buruk pada operasi militer bersama," demikian pernyataan DIU.
Selain itu, tentara Rusia yang ditangkap oleh Ukraina mengungkapkan bahwa tentara Korea Utara ditempatkan terpisah dari pasukan Rusia untuk meminimalkan insiden serupa.
Kondisi Tentara Korea Utara
Laporan RFA juga menyebutkan bahwa tentara Korea Utara di Kursk menghadapi kondisi yang sulit, termasuk kekurangan logistik. Mereka mengeluhkan kurangnya pasokan makanan dan peralatan tempur yang usang.Menurut Mykhailo Makaruk, seorang pejabat Ukraina dari Resimen Operasi Khusus ke-8, tentara Korea Utara ditemukan membawa granat berkualitas rendah dan perlengkapan medis yang minim.
Pada Desember 2024, Mayor Jenderal Mevlyutov dari Distrik Militer Leningrad memerintahkan agar ransum dari Brigade Serangan Udara ke-11 Rusia diberikan kepada tentara Korea Utara.
Langkah ini diambil setelah adanya keluhan yang meluas mengenai kelangkaan pasokan makanan di garis depan.
Reaksi Internasional
Insiden ini menyoroti tantangan besar dalam kolaborasi militer antara Rusia dan Korea Utara. Think tank berbasis di Washington, Institute for the Study of War, memperkirakan bahwa tentara Korea Utara menghadapi tingkat kematian yang sangat tinggi, dengan rata-rata 92 korban per hari sejak mereka mulai bertempur pada Desember 2024.Jika angka ini terus berlanjut, seluruh kontingen Korea Utara di Kursk diperkirakan akan tewas atau terluka pada pertengahan April 2025.
Ukraina melaporkan pada 4 Januari 2025 bahwa 3.800 tentara Korea Utara telah menjadi korban perang, termasuk 300 tewas dan 2.700 lainnya terluka.
Sementara itu, pada 13 Januari 2025, Korea Selatan memperkirakan jumlah korban lebih tinggi, menekankan bahwa banyak dari mereka bertempur dengan peralatan yang tidak memadai.
Meski demikian, baik Rusia maupun Korea Utara belum memberikan pernyataan resmi mengenai insiden pembunuhan di Kursk.
Keberadaan tentara Korea Utara di wilayah Rusia tetap menjadi topik sensitif, dengan banyak pihak mempertanyakan efektivitas dan risiko kerja sama ini di tengah konflik yang semakin kompleks.
Baca Juga:
Korea Utara Kirim Pasukan ke Perang Ukraina, Ini Keuntungan Mereka
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News