Pertanyaan besar yang muncul adalah, apakah Rusia akan mencapai kemenangan? Berikut analisis menyeluruh berdasarkan dinamika politik, militer, dan ekonomi yang memengaruhi kedua pihak.
Situasi Politik dan Militer

Gambar: Peta kota Pokrovsk. (BBC)
Ukraina menghadapi tantangan domestik dan internasional yang berat. Menurut Kyiv Independent, tantangan domestik mencakup penurunan popularitas Presiden Volodymyr Zelensky akibat mobilisasi berkepanjangan dan krisis ekonomi, sementara oposisi politik terus menguat menjelang pemilu 2025.
Selain itu, ketidakpastian dukungan internasional, khususnya dari AS di bawah pemerintahan Donald Trump, turut menambah tekanan pada kepemimpinan Ukraina.
Kekurangan personel militer juga membuat pertahanan Ukraina melemah. Upaya mereformasi sistem mobilisasi, termasuk menurunkan usia wajib militer, telah dilakukan, namun hasilnya belum memadai.
"Kemampuan Ukraina untuk melakukan eskalasi asimetris, seperti menyerang infrastruktur Rusia, menjadi pengungkit utama," ujar Kyrylo Budanov, Kepala Intelijen Militer Ukraina. Pertempuran di Pokrovsk yang diprediksi menjadi penentu tahun ini akan menguji kemampuan Ukraina
Serangan Rusia di medan perang telah membuat pertahanan Ukraina semakin tertekan. Menurut laporan The Economist (Oktober 2024), celah dalam pertahanan udara Ukraina telah dimanfaatkan Rusia untuk meningkatkan serangan melalui drone dan bom luncur, yang merusak artileri Ukraina di garis belakang.
Kekurangan logistik seperti amunisi dan kendaraan lapis baja juga memperburuk situasi, meningkatkan ketergantungan Ukraina pada infanteri dan menyebabkan tingginya jumlah korban.
Sedangkan Rusia menunjukkan kemampuan bertahan meskipun mengalami tekanan internasional dan sanksi ekonomi.
Menurut Wolfgang Münchau, Rusia menggunakan strategi militer yang terfokus pada perebutan wilayah strategis seperti Pokrovsk, yang memiliki nilai signifikan sebagai hub militer dan ekonomi.
Keberhasilan di Pokrovsk akan membuka jalan menuju kota industri Kramatorsk, yang memiliki fasilitas manufaktur penting untuk perang, seperti komponen untuk kapal selam dan alat berat.
Namun, sanksi internasional juga memengaruhi kemampuan Rusia untuk mempertahankan logistik militer yang efisien, memperburuk tantangan dalam mengelola kebutuhan di medan perang
Donald Trump dan Eropa
.jpg)
Foto: Donald Trump dan Putin, 2018. (AFP)
Kemenangan atau kekalahan di medan perang sangat dipengaruhi oleh dukungan internasional. Pergantian pemerintahan di AS ke Donald Trump membawa kebijakan baru yang lebih condong pada penyelesaian konflik dengan konsesi dari Ukraina.
"Trump mungkin akan mendorong kesepakatan damai, tetapi lebih menguntungkan Rusia," tulis KI Insights. KI menilai Trump memiliki lebih banyak kekuatan untuk membujuk Ukraina daripada Rusia.
Karena itu jika memang negosiasi akhir perang dipaksakan, Trump bisa memaksa Ukraina untuk memberikan lebih banyak tawaran yang merugikan Ukraina untuk Rusia, daripada membujuk Rusia untuk memberikan lebih banyak tawaran di meja negosiasi.
Namun, Wolfgang Münchau mencatat bahwa tekanan ekonomi di Eropa dan ketergantungan yang tersisa pada energi Rusia membuat respons Eropa terhadap perang ini tidak maksimal.
"Strategi Barat untuk Ukraina tidak berjalan efektif karena dirancang untuk meminimalkan kerugian ekonomi sendiri, bukan untuk memberikan dampak maksimum pada Rusia," tulis Münchau.
Perang Ekonomi
Ekonomi menjadi medan perang tersendiri. Ukraina menghadapi kesulitan besar dalam mendanai perang dan menjaga stabilitas domestik.Melansir The Economist (18 Desember 2024), Ukraina berhasil menavigasi tantangan ekonomi dengan stabilitas yang lebih baik dibandingkan Rusia.
Namun, tantangan utama tetap signifikan, termasuk kekurangan tenaga kerja akibat migrasi dan perang, serta keterbatasan infrastruktur energi karena serangan berulang Rusia terhadap jaringan listrik.
Selain itu, tekanan anggaran yang besar telah mendorong pemerintah Ukraina untuk mencari dukungan eksternal yang lebih substansial guna menjaga stabilitas ekonomi di tengah konflik yang terus berlanjut.
Namun, Ekonominya diproyeksikan tumbuh sebesar 4% pada tahun 2024 dan 4,3% pada tahun 2025, meskipun menghadapi kekurangan daya, tenaga kerja, dan pendanaan.
Sebaliknya, Rusia menghadapi dampak sanksi yang signifikan, termasuk kekurangan tenaga kerja dan tekanan pada anggaran militernya. Suku bunga mencapai 23% untuk menahan jatuhnya nilai rubel, dan sistem perbankan negara itu menghadapi risiko besar.
Pertumbuhan PDB Rusia diproyeksikan hanya sebesar 0,5-1,5% pada 2025. Ketergantungan Rusia pada sekutu seperti Iran dan Korea Utara juga menunjukkan semakin terbatasnya opsi strategis Moskow.
"Dengan tekanan anggaran yang terus meningkat, ekonomi Rusia tidak memiliki ruang untuk menopang biaya perang tanpa efek negatif besar," tulis laporan The Economist.
Rusia harus mengalokasikan sepertiga anggarannya untuk pertahanan pada 2025, yang menciptakan tekanan besar pada ekonomi domestik.
Menurut laporan The Economist (Oktober 2024), inflasi sebenarnya dua kali lipat dari angka resmi 8%, dan tanda-tanda kelelahan perang mulai muncul di kalangan keluarga yang terkena dampak langsung konflik.
2025, Tahun Penentu Perang
Tahun 2025 menjadi momen penentuan perang Ukraina-Rusia. Rusia mengandalkan strategi agresif untuk merebut Pokrovsk, namun menghadapi tekanan ekonomi berat dan kelelahan perang.Jika Rusia menang, dominasi mereka dapat memicu ketegangan global yang lebih besar, memperburuk perang hybrid, dan mengancam stabilitas Eropa.
Sementara itu, Ukraina berjuang keras mempertahankan kedaulatannya dengan inovasi dan dukungan internasional yang terus diuji.
Dunia dihadapkan pada pilihan: membiarkan agresi Rusia berlanjut atau memperkuat upaya kolektif untuk menghentikannya.
Baca Juga:
Israel Menang Perang Timur Tengah Tahun 2025? Ini Pendapat Ahli
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News