Sementara Thanassis, mahasiswa universitas Erasmus, mencurigai bahwa Yunani adalah "tempat uji coba" bagi kebijakan penghematan UE, Namun ia meyakini blok tersebut masih "memiliki banyak hal yang dapat ditawarkan" kepada Yunani.
Di negara dimana upah minimum adalah 650 euro (Rp10,7 juta) dan tingkat pengangguran berkisar 40 persen, sebagian pemuda Yunani memiliki hubungan ambivalen dengan UE.
"Di satu sisi, koneksi (Yunani dengan Eropa) lebih kuat. Namun di sisi lain, para pemuda Yunani hidup dalam situasi sulit yang terkait langsung dengan Eropa," kata Ioannis Kouzis, seorang profesor bidang kebijakan sosial dari Panteion University di Athena.
"sekitar 350 ribu warga Yunani melakukan emigrasi selama krisis, termasuk banyak pemuda yang tidak dapat menemukan kesempatan bekerja di sini," ungkap dia, dilansir dari laman AFP, Senin 20 Mei 2019.
Hanya 54 persen warga Yunani yang meyakini negara mereka memperoleh keuntungan saat bergabung dengan UE pada 1981. Angka tersebut didapat dari sebuah survei yang dilakukan Parlemen Eropa pada Oktober 2018.
Krisis utang Yunani dimulai pada 2010, setelah defisit fiskalnya ternyata beberapa kali lebih besar dari angka resmi yang dirilis pemerintah.
Untuk menghindari bangkrut, pemerintah Yunani dipaksa mengadopsi serangkaian pemangkasan anggaran dan meningkatkan pajak dengan imbalan tiga dana talangan Eropa -- dua di antaranya dengan tambahan dari Dana Moneter Internasional (IMF).
Baca: Sepakat Cegah Krisis, 'Nafas' Yunani Diperpanjang 4 Bulan
Yunani keluar dari skema dana talangannya terakhirnya pada Agustus tahun lalu.
Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) mencatat pada 2018 bahwa hampir 40 persen warga Yunani berusia 15 hingga 24 tahun adalah pengangguran. Angka tersebut relatif tinggi dari rata-rata pengangguran di benua Eropa, yakni 15,2 persen.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News