Gelombang panas telah melanda Eropa pada Juni lalu, yang dilaporkan telah menewaskan sejumlah orang.
Deretan badan meteorologi, termasuk Meteo France, memprediksi suhu tinggi akan melanda seantero Eropa Barat, termasuk negara Belgia, Jerman dan Belanda.
Seorang juru bicara dari Organisasi Meteorologi Dunia mengatakan gelombang panas kedua ini memiliki "ciri khas dari perubahan iklim."
"Seperti yang sudah kita lihat pada Juni lalu, kini (gelombang panas) menjadi lebih sering terjadi, dan lebih awal serta lebih intens," ungkap Claire Nullis, dilansir dari laman BBC, Rabu 24 Juli 2019.
"Ini adalah sebuah masalah yang tidak akan bisa disingkirkan begitu saja," lanjutnya.
Meteo France mengestimasi temperatur tinggi mungkin akan melanda Paris pada Kamis besok. Rekor suhu tertinggi di Paris sejauh ini adalah 40,4 derajat Celcius, yang tercatat pada 1947.
Gelombang panas terburuk di Prancis terjadi pada Agustus 2003. Saat itu, suhu ekstrem berkontribusi terhadap hampir 15 ribu kematian.
Satu peristiwa tunggal gelombang panas tidak selalu berarti terkait perubahan iklim. Sejumlah pakar menyebut ini dikarenakan gelombang panas adalah fenomena alam yang terjadi secara alamiah.
Catatan temperatur sejak akhir abad ke-19 memperlihatkan bahwa rata-rata suhu udara di Bumi telah meningkat sekitar 1 derajat sejak dimulainya era industrialisasi.
Sebuah institut iklim di Postdam, Jerman, menyebutkan lima musim panas terpanas di Eropa sejak tahun 1500, semuanya terjadi di abad ke-21.
Para ilmuwan khawatir meningkatnya suhu Bumi terkait penggunaan bahan bakar fosil memiliki implikasi serius terhadap stabilitas planet ini.
Baca: Gelombang Panas di Eropa Telan Tujuh Korban Jiwa
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News