Sebelumnya, parlemen Inggris telah meloloskan undang-undang baru yang mengharuskan PM May untuk melobi para petinggi Uni Eropa agar bersedia menunda Brexit.
Brexit, atau Britain Exit, adalah istilah untuk keluarnya Inggris dari keanggotaan Uni Eropa.
Jumat kemarin, PM May telah meminta beberapa petinggi UE untuk menunda Brexit hingga 30 Juni. Tambahan waktu dibutuhkan PM May agar dirinya bisa berkompromi dengan kubu oposisi di parlemen Inggris.
Namun 27 petinggi UE sebelumnya telah memperpanjang tenggat waktu Brexit, yang pada awalnya adalah 29 Maret. Mereka ragu apakah PM May bisa memecah kebuntuan di parlemen Inggris jika nantinya penundaan Brexit kembali diberikan.
Situasi bagi PM May saat ini semakin diperburuk kekhawatiran UE bahwa isu Brexit dapat memicu dampak negatif sektor politik dan ekonomi yang lebih parah dari perkiraan semua. Kekhawatiran tersebut pernah diungkapkan Macron, yang juga didukung Belgia serta Spanyol.
"Kami memerlukan alasan politik yang kuat untuk penundaan," ujar seorang diplomat dari kubu UE, dilansir dari laman AFP, Selasa 9 April 2019.
Pekan kemarin, Presiden Dewan UE Donald Tusk mengemukakan wacana adanya perpanjangan (tenggat waktu) "fleksibel" Brexit hingga satu tahun ke depan. Namun seorang sumber diplomatik berkukuh bahwa itu hanyalah "sikap pribadi Tusk, bukan posisi resmi Dewan (UE)."
Sementara Merkel lebih mengambil sikap 'bersahabat' dalam menyikap isu Brexit. "Saya akan mencoba melakukan apa yang saya bisa untuk mencegah Brexit yang terjadi tanpa perjanjian," tegas Merkel pada Jumat kemarin.
"Jika diniatkan dengan sungguh-sungguh, maka akan selalu ada jalan," ungkap dia.
Baca: PM Inggris Kembali Minta Perpanjangan Brexit ke Uni Eropa
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News