Persidangan 12 tokoh separatisme di Mahkamah Agung Madrid adalah bagian dari referendum kemerdekaan Catalonia. Referendum pada Oktober 2017 itu dianggap ilegal oleh pemerintah Spanyol.
Jika terbukti bersalah, 12 tokoh separatis itu dapat dijatuhi vonis 25 tahun penjara. Krisis Catalonia dianggap sebagai yang terburuk di Spanyol sejak kematian diktator Francisco Franco di tahun 1975 dan masa transisi menuju demokrasi.
Jaksa Fidel Cadena mengatakan kepada pengadilan bahwa 12 separatis menyerukan "subversi dan merusak konstitusi." Konstitusi Spanyol yang dibentuk pada 1978 menyebutkan mengenai "kesatuan negara yang tidak dapat dipisahkan."
Namun pengacara 12 tokoh separatis, Andreu Van Den Eynde, menyatakan bahwa para kliennya hanya mendemonstrasikan "hak untuk menentukan nasib sendiri berdasarkan prinsip-prinsip demokratik."
"Tidak ada aturan internasional atau di Uni Eropa yang melarang pemisahan diri menjadi entitas sub-negara," lanjut Eynde, seperti dilansir dari kantor berita BBC, Minggu 17 Februari 2019.
Salah satu spanduk yang dibawa demonstran bertuliskan "kebebasan untuk tahanan politik." Terdapat pula spanduk lain bertuliskan, "menentukan nasib sendiri bukan sebuah kejahatan."
Berbicara dalam persidangan, Oriol Junqueras -- salah satu dari 12 tokoh -- membantah tuduhan bahwa mereka adalah sosok yang mendukung kekerasan.
"Jika Anda membaca, mendengarkan dan mengamati perilaku kami, maka Anda akan tahu bahwa kami menolak kekerasan," tegas Junqueras.
Sementara mantan presiden Catalonia, Carles Puigdemont, terhindar dari hukuman karena melarikan diri ke luar negeri. Namun banyak tokoh lain seperti Junqueras yang memilih tinggal di Catalonia dan ditahan di balik jeruji besi untuk menunggu persidangan tahun depan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id