Menjanjikan kebijakan perbatasan terbuka tahun lalu, Macron memicu kritik atas sikap tanpa kompromi pemerintah Prancis terhadap migran yang tidur di pingir jalan Calais dan Paris.
Seperti dikutip AFP, Prancis mencetak rekor 100 ribu pencari suaka tahun lalu, yang menjadikannya sebagai salah satu destinasi utama di Eropa.
Macron berjanji mempercepat waktu menunggu bagi para pemohon suaka, namun juga meningkatkan pengusiran bagi mereka yang tetap berada di Prancis setelah suakanya ditolak. Ia menilai pendekatan ini adalahw campuran dari "efisiensi dan kemanusiaan."
Sejumlah organisasi non-pemerintah (NGOs), serikat dagang dan kubu sayap kiri melihat hal yang berbeda, dan menuduh Macron sebagai memiliki "tangan besi yang dibalut sarung tangan berbahan beludru."
Polisi di Calais secara rutin membongkar kamp-kamp darurat para migran yang menanti kesempatan untuk menumpang truk-truk menuju Inggris.
Baca: Perancis Bakar Habis Kamp Pengungsi Di Calais
Ratusan migran masih berkumpul di Calais, lebih dari satu tahun setelah pemerintah Prancis di bawah Francois Hollande menghancurkan Jungle -- kamp besar yang diisi pengungsi dan migran.
Lebih dari 7.000 penghuni Jungle telah disebar ke sejumlah tempat penampungan di Prancis.
Desember lalu, Menteri Dalam Negeri Gerard Collomb meminta pemeriksaan kartu identitas semua penghuni di tempat penampungan. Hal ini memicu akan adanya perburuan terhadap mereka yang permohonan suakanya ditolak namun masih tetap ada di Prancis.
Kamis mendatang, Macron akan mengunjungi Inggris selatan untuk meminta agar negara tersebut membantu Prancis mengatasi masalah migran.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News