Keduanya menilai serangan racun yang dialami Navalny bertujuan untuk "mengirimkan pesan bahwa hal tersebut akan terjadi kepada siapapun yang berencana mengkritik dan menentang pemerintah (Rusia."
"Karena minimnya respons otoritas domestik, kami meyakini bahwa investigasi internasional harus dilakukan demi menjabarkan fakta-fakta dan mengklarifikasi semua hal terkait kasus keracunan Navalny," ujar keduanya dalam sebuah pernyataan gabungan, dilansir dari laman tvnz.co.nz pada Selasa, 2 Maret 2021.
Navalny, kritikus terkeras Presiden Rusia Vladimir Putin, tiba-tiba jatuh sakit pada Agustus lalu di dalam sebuah penerbangan domestik di Rusia. Ia sempat dirawat di rumah sakit di Siberia, sebelum akhirnya diterbangkan ke Berlin, Jerman, untuk menerima perawatan lebih lanjut.
Laboratorium di Jerman, Prancis, dan Swedia, serta tes yang dilakukan Organisasi Pelarangan Senjata Kimia menyimpulkan bahwa Navalny telah diserang racun syaraf Novichok.
Callamard dan Khan menyebutkan dalam surat mereka bahwa Navalny "berada di bawah pengawasan intensif pemerintah saat itu, sehingga tidak mungkin jika ada pihak ketiga yang menggunakan racun terlarang tanpa sepengetahuan otoritas Rusia."
Surat tersebut telah disampaikan ke otoritas Rusia pada Desember lalu.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova merespons seruan PBB, dengan mengatakan bahwa investigasi internasional seharusnya diarahkan ke sikap Jerman yang menolak berbagi sampel biologi dan material lainnya terkait kasus racun Navalny. Rusia mengklaim jajaran pakar medisnya tidak menemukan bukti serangan racun terhadap Navalny.
Januari lalu, Navalny ditahan otoritas Rusia begitu tiba di Moskow dari Jerman. Penahanan Navalny memicu unjuk rasa masif di sejumlah kota di Rusia.
Bulan kemarin, Navalny divonis 2,5 tahun penjara atas pelanggaran masa tahanan saat dirinya masih berada di Jerman. Vonis tersebut terkait dari dugaan kasus penggelapan yang disebut Navalny hanya akal-akalan otoritas Rusia.
Baca: Dubes Rusia Tegaskan Vonis Navalny Sesuai Aturan Hukum
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News