Ruangan di Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa atau ECHR. (Patrick Hertzog/AFP/Getty)
Ruangan di Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa atau ECHR. (Patrick Hertzog/AFP/Getty)

Pengadilan HAM Eropa Salahkan Turki atas Kasus Guru Dihukum karena Terafiliasi Gulen

Willy Haryono • 29 September 2023 07:15
Ankara: Kamar Agung Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa (ECHR) pada hari Selasa lalu menyatakan bahwa vonis pengadilan Turki terhadap seorang guru yang dituding terlibat terorisme atas beberapa aktivitas seperti penggunaan aplikasi seluler atau memiliki rekening di bank tertentu merupakan sesuatu yang melanggar hukum. Hukuman terhadap guru bernama Yuksel Yalcinkaya tersebut dikhawatirkan dapat berdampak luas bagi ribuan orang yang menghadapi tuduhan serupa di Turki.
 
ECHR menyalahkan Turki karena pelanggaran terhadap tiga pasal Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia (ECHR), yaitu Pasal 6 terkait hak atas peradilan yang adil; Pasal 7 tentang tidak ada hukuman tanpa hukum; dan Pasal 11 tentang kebebasan berkumpul dan berserikat. Pengadilan memutuskan bahwa Turki harus membayar Yalcinkaya 15.000 Euro untuk berbagai biaya dan pengeluaran.
 
Yuksel Yalcinkaya dituding terlibat organisasi teroris dan dijatuhi hukuman enam tahun tiga bulan penjara pada 2017 oleh pengadilan pidana tinggi Turki karena hubungannya dengan gerakan terkait Fethullah Gulen, seorang ulama yang dianggap Pemerintah Turki sebagai otak di balik percobaan kudeta gagal pada Juli 2016.

Pengadilan mendasarkan keputusannya pada dugaan penggunaan aplikasi ByLock, keanggotaan dalam serikat buruh dan asosiasi terafiliasi gerakan Gulen dan memiliki rekening di Bank Asya. Hukuman Yalcinkaya dikuatkan oleh Mahkamah Agung pada Oktober 2018.
 
Mahkamah Konstitusi Turki juga telah menolak sebuah permohonan yang diajukan Yalcinkaya dengan alasan "tidak dapat diterima."
 
Yalcinkaya diketahui menggunakan aplikasi pesan terenkripsi "ByLock," dan pengadilan Turki menjadikan penggunaannya tersebut sebagai bukti atas tuduhan terorisme. Menurut ECHR, langkah Turki menjadikan pemakaian "ByLock" oleh Yalcinkaya sebagai barang bukti sebagai sesuatu yang sewenang-wenang dan tidak adil.
 
Selain itu, ECHR juga menunjukkan adanya kekurangan prosedural signifikan dalam persidangan Yalcinkaya, termasuk tidak memberinya akses terhadap bukti atau mengizinkan pemeriksaan data secara independen.

Tuduhan Terorisme

ECHR juga mencatat bahwa pihak berwenang Turki menggunakan keanggotaan sah Yalcinkaya dalam serikat pekerja sebagai bukti yang memberatkannya, sehingga melanggar haknya atas kebebasan berkumpul dan berserikat berdasarkan Pasal 11. Keputusan tersebut memiliki implikasi yang lebih luas untuk kasus serupa di Turki, dan menekankan perlunya penegakan hukum proses yang selaras dengan standar hak asasi manusia di Eropa.
 
Keputusan terhadap Yalcinkaya kemungkinan akan berdampak pada hukuman atau persidangan terhadap ribuan orang yang menghadapi tuduhan terorisme karena afiliasi mereka dengan gerakan Gulen, organisasi yang dituduh Turki terlibat terorisme. Gerakan Gulen dengan tegas menyangkal keterlibatannya dalam kudeta gagal di tahun 2016 atau atas aktivitas teroris apa pun.
 
Putusan terhadap Yalcinkaya ini sangat berbeda dengan kasus-kasus sebelumnya seperti yang menimpa pengusaha filantropis Osman Kavala dan pemimpin Kurdi Selahattin Demirta?, yang hanya berfokus pada keputusan penahanan. Secara kontras, kasus Yalcinkaya menyoroti perihal kelayakan hukum.
 
Setelah upaya kudeta 2016, Pemerintah Turki menganggap kegiatan seperti memiliki rekening di Bank Asya yang sekarang sudah ditutup, salah satu bank komersial terbesar di Turki pada saat itu; menggunakan aplikasi perpesanan ByLock yang tersedia luas di App Store Apple dan Google Play; dan berlangganan surat kabar Zaman atau publikasi lain yang terafiliasi dengan anggota gerakan tersebut sebagai tolok ukur untuk mengidentifikasi dan menangkap orang yang diduga mengikuti gerakan Gulen atas tuduhan terlibat organisasi teroris.
 
Lebih dari 130.000 pegawai negeri Turki telah dipecat dari pekerjaannya dalam 'pembersihan' besar-besaran yang diluncurkan Pemerintah Turki setelah upaya kudeta 2016, dengan alasan bahwa mereka memiliki hubungan dengan organisasi teroris. Yalcinkaya adalah salah satu yang terkena pembersihan tersebut.
 
Dalam sidang besar di bulan Januari, pengacara Yalcinkaya, Johan Heymans dan Vande Lanotte, mengatakan dalam pernyataan pembelaan bahwa penuntutan terhadap klien mereka merupakan tanda nyata adanya pelanggaran hak asasi manusia di Turki.
 
Tim pengacara Yalcinkaya mengatakan ByLock tersedia di Apple Store dan Google Play, dan mengunduh aplikasi ini tidak akan membuat siapa pun menjadi penjahat. Mereka juga mengatakan ada ribuan pendukung Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) yang mengunduh aplikasi ini, tetapi belum menghadapi tuntutan apa pun.
 
Baca juga:  Wah, Turki Tangkap Lebih dari 500 Orang Terkait Gerakan Gulen

Bukti yang Tidak Sah

ECHR telah menemukan fakta bahwa penggunaan ByLock bukan merupakan tindak pidana sebagaimana diputuskan pada Juli 2021 dalam kasus mantan polisi Tekin Akgun. Kala itu, penggunaan aplikasi ByLock disebut bukan pelanggaran, dan bukan merupakan bukti yang cukup untuk penangkapan. Namun, meski ada keputusan ECHR, penahanan dan penangkapan berdasarkan penggunaan ByLock terus berlanjut di Turki.
 
Menurut pengacara Yalcinkaya, agen intelijen Turki M?T telah mengumpulkan informasi intelijen tentang pengguna ByLock secara tidak sah tanpa keputusan pengadilan. Pengacara menyebut Yalcinkaya hanya menggunakan aplikasi tersebut untuk waktu singkat pada 2015.
 
Sebagaimana diatur dalam Pasal 311/1-f KUHAP dan Pasal 90 Konstitusi Turki, keputusan ECHR mengenai pelanggaran oleh Turki dapat menjadi dasar untuk mengadili ulang Yalcinkaya. Jika penggunaan bukti yang dianggap melanggar hukum itu pada akhirnya diabaikan, maka kemungkinan besar Yalcinkaya dapat dibebaskan.
 
Turki kini menghadapi kerumitan hukum yang kompleks. Keputusan pengadilan Turki mengamanatkan bahwa vonis juga harus dijatuhkan bukan hanya untuk Yalç?nkaya, tetapi semua orang yang berada dalam situasi yang sama, suatu efek yang dikenal sebagai efek obyektif dari suatu putusan. Keputusan tersebut dapat mengarah pada serangkaian persidangan ulang dan potensi reformasi hukum yang signifikan di Turki.
 
Jika masalah ini tidak ditangani dengan serius, maka dapat menempatkan Turki dalam tekanan finansial dan berdampak pada reputasinya di bidang hak asasi manusia internasional. Para pengamat mencatat bahwa pelaksanaan putusan tersebut harus diawasi oleh Komite Menteri Dewan Eropa, sehingga meningkatkan tekanan terhadap Turki untuk melakukan perubahan yang berarti.
 
Turki berada di peringkat 116 di antara 140 negara dalam indeks supremasi hukum yang diterbitkan World Justice Project (WJP) pada Oktober 2022. Negara ini telah melakukan pembersihan terhadap lebih dari 4.000 hakim dan jaksa setelah upaya kudeta.
 
Pembersihan terhadap begitu banyak anggota sistem peradilan dipandang banyak pihak sebagai upaya Presiden Recep Tayyip Erdo?an dalam mendesain ulang sistem peradilan Turki dan mengisinya dengan hakim dan jaksa yang pro-pemerintah.
 
Setelah percobaan kudeta, Pemerintah Turki mengumumkan keadaan darurat dan melakukan pembersihan besar-besaran terhadap lembaga-lembaga negara dengan dalih perjuangan anti-kudeta. Lebih dari 130.000 pegawai negeri, termasuk 4.156 hakim dan jaksa, serta 24.706 anggota angkatan bersenjata, dipecat dari pekerjaannya karena dugaan keanggotaan atau hubungan dengan "organisasi teroris" berdasarkan undang-undang darurat yang tidak tunduk pada peraturan yudisial maupun pengawasan parlemen.
 
Menurut pernyataan Menteri Dalam Negeri saat itu, Suleyman Soylu pada tanggal 5 Juli 2022, total 332.884 orang telah ditahan, sementara sekitar 101.000 lainnya telah dipenjara karena dugaan kaitannya dengan gerakan Gulen. Ia mengatakan terdapat 19.252 orang di penjara-penjara Turki pada saat itu, yang dipenjara karena dugaan terkait dengan gerakan Gulen, sementara 24.000 lainnya masih buron.
 
Selain ribuan orang yang dipenjara, sejumlah pengikut gerakan Gulen lainnya harus meninggalkan Turki untuk menghindari tindakan keras dari pemerintah. Beberapa dari mereka harus melakukan perjalanan ilegal dan berisiko dengan perahu ke Yunani karena paspor mereka telah dicabut oleh otoritas Turki.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WIL)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan