Kesepakatan tersebut, dimediasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Turki, bertujuan meringankan krisis pangan global yang diperparah invasi Rusia ke Ukraina pada 24 Februari lalu.
"Serangan ini memicu keraguan serius terhadap kredibilitas komitmen Rusia atas kesepakatan (ekspor gandum) yang ditandatangani Jumat kemarin. Serangan ini juga menghambat upaya PBB, Turki dan Ukraina dalam menyalurkan pangan ke pasar global," ucap Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, dilansir dari TOI pada Minggu, 24 Juli 2022.
Menurut keterangan juru bicara Kementerian Luar Negeri Ukraina, serangan di Odessa merupakan sebuah penghinaan, diibaratkan seperti Moskow yang "meludah ke wajah" Kiev.
"Hanya 24 jam usai menyelesaikan sebuah kesepakatan untuk melanjutkan ekspor produk pertanian Ukraina melalui Laut Hitam, Rusia sudah melanggar komitmennya dengan menyerang pelabuhan bersejarah, di mana ekspor gandum dan produk pertanian lainnya tengah berlangsung," ungkap Blinken.
"Rusia terus menunjukkan ketidakpedulian terhadap keselamatan dan keamanan jutaan warga sipil. Rusia terus menyerang vitalitas ekonomi Ukraina dan pasokan pangan global melalui blokade Laut Hitam," lanjutnya.
Duta Besar AS untuk Ukraina Bridget Brink menyebut serangan terhadap fasilitas gandum di Odessa sebagai sesuatu yang "keterlaluan."
"Kremlin terus 'mempersenjatai' pangan. Rusia harus bertanggung jawab atas serangan ini," ujarnya.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres melalui deputi jubirnya, Farhan Haq, mengutuk keras serangan di Odessa. Ia menyerukan kepada Federasi Rusia, Ukraina dan Turki untuk mengimplementasikan kesepakatan ekspor gandum yang telah ditandatangani di Istanbul.
Baca: Sekjen PBB Kutuk Serangan di Fasilitas Gandum Odessa Ukraina
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News