Dalam pidato virtual di Sidang ke-76 Majelis Umum PBB di New York, Perdana Menteri Vanuatu Bob Loughman menuduh adanya pelanggaran HAM di Papua Barat. Ia juga meminta Indonesia untuk mengizinkan Kantor Komisaris Tinggi HAM PBB untuk melakukan penilaian independen di sana.
Baca: Vanuatu Sekali Lagi Tuduh Adanya Pelanggaran HAM di Papua Barat
"Kami menolak keras tuduhan keliru dan tak berdasar serta misrepresentasi yang terus disuarakan Vanuatu. Mereka menciptakan harapan kosong dan keliru, dan juga terus mengobarkan konflik," ungkap Sekretaris Ketiga PTRI New York Sindy Nur Fitri. Bantahan disampaikan langsung secara fisik di markas PBB pada Sabtu, 25 September 2021.
Sindy menuturkan bahwa Vanuatu mencoba menarik perhatian global dengan "kekhawatiran" mereka mengenai isu HAM. Faktanya, versi HAM Vanuatu menyimpang, dan tidak menyinggung mengenai aksi keji dan teror yang dilakukan grup separatis kriminal bersenjata.
Vanuatu disebut secara sengaja menutup mata saat kelompok separatis di Papua Barat membunuh warga sipil, termasuk perawat, tenaga kesehatan, guru, pekerja konstruksi, dan aparat penegak hukum. Sindy mempertanyakan bahwa di saat masyarakat sipil Papua Barat ini dibunuh secara brutal, "mengapa Vanuatu memilih untuk bungkam?"
"Faktanya, Vanuatu hanya mendukung separatisme di balik kedok kekhawatiran HAM. Apakah itu pemahaman mereka mengenai HAM? Vanuatu berulang kali berusaha mempertanyakan status Papua sebagai bagian integral dari Indonesia," tegas Sindy.
Tuduhan Vanuatu terhadap Indonesia atas isu Papua Barat melanggar tujuan dan prinsip Piagam PBB, dan bertentangan dengan Deklarasi Prinsip-Prinsip Hukum Internasional mengenai Hubungan Bersahabat dan Kerja Sama Antar Negara.
Mengenai HAM, Sindy mengatakan bahwa Indonesia adalah negara pluralistik yang menghormati aturan hukum dan keadilan sosial. Ia menegaskan Pemerintah Indonesia selama ini terus berkomitmen mendorong dan melindungi HAM seluruh masyarakat Tanah Air.
"Seluruh masyarakat Indonesia diperlakukan sama, terlepas dari latar belakang sosial budaya, agama, atau perekonomiannya," pungkas Sindy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News