New York: Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menyepakati perjanjian baru dengan nama Pakta untuk Masa Depan pada hari Minggu, 22 September lalu. Pakta tersebut diadopsi oleh 193 negara anggota PBB meski Rusia dan enam negara lainnya melakukan penolakan.
Mengutip dari UN News, pakta tersebut berisikan komitmen PBB untuk menghadapi masalah di masa mendatang seperti keamanan, lingkungan, hak asasi, ekonomi, dan juga teknologi seperti kecerdasan buatan (AI).
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyatakan bahwa pakta ini diperlukan demi menjawab tantangan terbaru di abad ke-21. Guterres juga menyebut bahwa langkah ini diperlukan agar PBB bisa menjadi lebih adil dan efektif dalam menghadapi masalah yang akan muncul di masa depan.
“Pakta ini mencakup komitmen inovatif dari pemerintah untuk mendengarkan suara generasi muda dan melibatkan mereka dalam pengambilan keputusan, baik di tingkat nasional maupun global. Dan pakta ini berkomitmen untuk memperkuat kemitraan dengan masyarakat sipil, sektor swasta, otoritas lokal dan regional, dan lainnya,” kata Guterres dalam pidato pembukaannya di markas besar PBB di New York.
Dalam pembukaannya, Guterres membahas salah satu poin dalam pakta tersebut terkait perdamaian dan keamanan. Dalam pakta tersebut, keamanan warga sipil juga menjadi salah satu perhatian.
Hal ini menjadi penting menyusul adanya konflik yang terjadi di “Timur Tengah hingga Ukraina dan Sudan yang terlihat belum akan berhenti.” Guterres menyebut, pakta ini diperlukan agar PBB bisa lebih menguatkan peran dari Dewan Keamanan.
“Dunia kita sedang mengalami masa turbulensi dan masa transisi. Namun, kita tidak bisa menunggu kondisi yang sempurna. Kita harus mengambil langkah pertama yang menentukan untuk memperbarui dan mereformasi kerja sama internasional agar lebih terhubung, adil, dan inklusif sekarang,” katanya lagi.
“Dan hari ini, berkat usaha Anda, kita telah berhasil,” sebut Guterres.
Isu Palestina dan Rusia-Ukraina
Meski Rusia dan enam negara lainnya seperti Iran melakukan penolakan, tetapi perjanjian baru ini tetap disepakati oleh PBB. Direktur dari International Crisis Group, Richard Gowan mengatakan penolakan dari Rusia dan beberapa negara lain ini tidak berpengaruh banyak.
“Saya tidak melihat bahwa penolakan Rusia dan Argentina akan membuat negara lain juga melakukan hal yang sama. Sebagian besar anggota PBB senang dengan naskah akhir pakta tersebut, maka dari itu Rusia juga seakan terisolasi sendirian dengan penolakan tersebut,” ucap Gowan ketika dihubungi.
Hanya saja, pembahasan tentang bagaimana PBB membuat dunia menjadi lebih aman masih terlihat sulit, salah satunya adalah bahwa pakta ini tidak spesifik membahas langkah mengenai konflik Israel-Palestina yang telah menewaskan lebih dari 40 ribu jiwa maupun konflik Rusia-Ukraina.
Bagaimana pun, pembahasan Israel-Palestina serta Rusia-Ukraina di tingkat global masih merupakan hal yang sulit.
“Saya pikir para diplomat yang bekerja pada pakta tersebut sengaja memilih untuk memisahkan negosiasi ini dari perdebatan mengenai Gaza dan Ukraina. Jika mereka mencoba membahas semua masalah ini sekaligus, pakta tersebut akan hancur,” lanjutnya.
Selain Pakta untuk Masa Depan, PBB juga menyepakati perjanjian terkait Panduan Digital Global dan Deklarasi untuk Generasi Mendatang.
Baca juga: Indonesia Kedepankan Isu Palestina di Sidang Majelis Umum PBB 2024
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id