Walaupun sempat terkendala bahasa, kelas tetap berjalan efektif. "Seni itu melampaui keterbatasan bahasa, saya memang tidak bisa berbahasa Jerman, jadi kalau saya kesulitan menjelaskan, saya membentuk tanah liat saja, dan ternyata siswa lebih cepat mengerti," ujar Tari.
Ia mengaku membebaskan siswa untuk berkreasi menggunakan tanah liat tersebut. "Saya hanya berbagi teknik saja," lanjutnya, dalam keterangan di situs Kemenlu RI, Jumat, 1 Oktober 2021.
Pembuatan keramik merupakan beberapa program yang dilakukan antara Indonesia dengan Liechtenstein. "Seni merupakan bahasa universal, jadi kami sangat senang program ini bisa berlangsung," ucap Martin Walch, Direktur Kunstschule Liechtenstein ketika melihat langsung kelas keramik tersebut.
"Di sini, kami memiliki banyak program yang bisa dipilih para siswa sebelum mereka memutuskan bidang seni apa yang akan mereka tekuni secara serius di masa depan," tambahnya.
Dalam program tersebut, Endang Lestari berduet dengan Ursula Federli-Frick, seorang ahli keramik yang juga mengajar di Kunstschule Liechtenstein. "Saya sangat senang bekerja sama dengan Tari, kami punya selera keramik yang sama," kelakarnya.
Lulusan Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, Endang Lestari telah menggelar berbagai pameran di Indonesia dan luar negeri. Tari juga sempat melakukan lokakarya keramik di berbagai negara.
Bagi Tari sendiri, keramik merupakan panggilan hidupnya, walaupun kini tidak banyak seniman yang fokus pada seni spesifik tersebut.
Baca: Seniman Indonesia Gelar Pameran dan Melukis Langsung di Tengah Kota Basel
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News