Perdana Menteri Belanda Mark Rutte. Foto: AFP
Perdana Menteri Belanda Mark Rutte. Foto: AFP

PM Belanda Minta Maaf kepada Indonesia Atas Kekejaman di Masa Perang

Fajar Nugraha • 18 Februari 2022 06:29
Den Haag: Pemerintah Belanda meminta maaf kepada Indonesia atas kejahatan perang. Hal ini disampaikan Perdana Menteri Mark Rutte kepada Indonesia setelah sebuah penelitian menemukan bahwa tentara Belanda menggunakan kekerasan ekstrem, termasuk terhadap warga sipil, selama perang kemerdekaan Indonesia.
 
Perdana Menteri Belanda Mark Rutte pada Kamis 17 Februari 2022 mengajukan permintaan maaf setelah hasil penelitian panjang atas sejarah besar yang menemukan bahwa Belanda menggunakan kekerasan sistematis dan berlebihan dalam perang kemerdekaan Indonesia tahun 1945-49.
 
Baca: Pasukan Belanda Gunakan Kekerasan Ekstrem Terhadap Indonesia.

Penyelidikan dari tiga lembaga penelitian sejarah bertentangan dengan pandangan lama Pemerintah Den Haag bahwa pasukan Belanda hanya melakukan kekerasan sporadis ketika mereka berusaha untuk mendapatkan kembali kendali atas Hindia-Belanda itu setelah Perang Dunia II.


Apa yang ditemukan oleh studi tersebut?

Studi yang memakan waktu lebih dari empat tahun untuk menyimpulkan, kata sumber menunjukkan bahwa kekejaman di Indonesia saat itu dilakukan dengan cara yang sistematis. Penelitian panjang ini dilakukan oleh Royal Netherlands Institute of Southeast Asian and Caribbean Studies (KITLV), the Netherlands Institute for Military History (NIMH) dan the NIOD Institute for War, Holocaust and Genocide Studies.
 
“Ditemukan bahwa bahwa penggunaan kekerasan ekstrem oleh angkatan bersenjata Belanda tidak hanya meluas, tetapi juga sering disengaja,” sebut hasil penelitian itu, yang dikutip oleh Deutsche Welle, Jumat 18 Februari 2022.
 
“Tindakan kekerasan dimaafkan di setiap tingkatan: politik, militer dan hukum,” imbuh hasil penelitian ini.
 
"Penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar dari mereka yang memikul tanggung jawab di pihak Belanda -,politisi, pejabat, pegawai negeri, hakim dan lain-lain,- memiliki atau dapat memiliki pengetahuan tentang penggunaan sistematis kekerasan ekstrem," kata para peneliti.
 
"Ada kemauan kolektif untuk memaafkan, membenarkan dan menyembunyikannya, dan membiarkannya tanpa hukuman. Semua ini terjadi dengan tujuan yang lebih tinggi: memenangkan perang," sebut peneliti.
 
Hasil penelitian tersebut juga menyebutkan adanya eksekusi di luar hukum, perlakuan buruk dan penyiksaan, penahanan di bawah kondisi yang tidak manusiawi, pembakaran rumah dan desa, pencurian dan perusakan properti dan persediaan makanan, serangan udara yang tidak proporsional dan penembakan artileri, dan apa yang sering merupakan penangkapan massal acak dan penahanan massal.
 
Para peneliti menemukan tidak mungkin untuk melacak jumlah pasti dari kejahatan dan korban.
 
Kejahatan perang pertama kali diungkapkan oleh seorang mantan veteran Belanda pada 1969, Joop Hueting. Namun, Pemerintah Belanda telah mengklaim selama beberapa dekade bahwa hanya ada serangan terisolasi dan bahwa, secara umum, tentara berperilaku benar.
 
Penulis penelitian menyimpulkan bahwa ini bukan lagi posisi yang kredibel.

Maaf dari PM Belanda

Perdana Menteri Belanda Mark Rutte meminta maaf tidak hanya atas kekejaman yang dilakukan pada saat itu, tetapi juga atas kegagalan Pemerintah Belanda di masa lalu untuk mengakuinya.
 
"Atas kekerasan ekstrem yang sistematis dan meluas dari pihak Belanda pada tahun-tahun itu dan sikap konsisten yang dilakukan pemerintah sebelumnya, saya meminta maaf yang sebesar-besarnya kepada rakyat Indonesia," kata Rutte.
 
Perdana Menteri Belanda mengatakan perlu untuk menghadapi temuan: "Itu sulit, tetapi tidak dapat dihindari."
 
“Pemerintah bertanggung jawab penuh atas kegagalan kolektif,” tegas Rutte.
 
Permintaan maaf tentang perang tersebut bukanlah yang pertama dari Belanda ke Indonesia tetapi merupakan pengakuan pertama bahwa kampanye kekerasan yang disengaja secara efektif telah terjadi.
 
Dalam kunjungannya ke Indonesia pada Maret 2020, Raja Willem-Alexander membuat permintaan maaf yang mengejutkan atas "kekerasan berlebihan" yang dilakukan pasukan Belanda.
 
Sementara pada 2016, Menteri Luar Negeri Belanda Bert Koenders meminta maaf atas pembantaian oleh pasukan Belanda terhadap 400 penduduk desa Indonesia pada 1947.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FJR)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan