Pasukan Belanda berupaya memegang kendali di Indonesia saat Perang Dunia II. Foto: United Archive/Picture Alliance
Pasukan Belanda berupaya memegang kendali di Indonesia saat Perang Dunia II. Foto: United Archive/Picture Alliance

Pasukan Belanda Lakukan Kekerasan Ekstrem Terhadap Indonesia

Fajar Nugraha • 18 Februari 2022 05:57
Den Haag: Sebuah penelitian menyebutkan bahwa pasukan Belanda menggunakan ‘kekerasan ekstrem’ selama perang kemerdekaan di Indonesia. Proyek penelitian multi-tahun itu menyebutkan, para pemimpin militer dan politisi di Belanda sebagian besar mengabaikan tindakan tersebut.
 
“Selama perang kemerdekaan Indonesia tahun 1940-an, dan para pemimpin militer serta politisi di Belanda sebagian besar mengabaikan ekses tersebut,” menurut pernyataan sebuah proyek penelitian jangka panjang menyimpulkan dalam temuan yang diterbitkan Kamis, seperti dikutip ABC News, Jumat 18 Februari 2022.
 
Penyelidikan sepanjang 4,5 tahun oleh para ahli dari tiga lembaga penelitian sejarah bertentangan dengan pandangan lama Pemerintah Belanda bahwa pasukan mereka terlibat dalam kekerasan ekstrem hanya secara sporadis ketika mereka memerangi pasukan pro-kemerdekaan di Hindia-Belanda.

Dalam sebuah pernyataan, para peneliti mengatakan sumber yang mereka konsultasikan menunjukkan bahwa penggunaan kekerasan ekstrem oleh angkatan bersenjata Belanda tidak hanya meluas, tetapi juga sering disengaja. Itu dimaafkan di setiap tingkata: baik kalangan politik, militer dan hukum.
 
Para peneliti mengatakan, tidak mungkin untuk memberikan jumlah pasti kejahatan dan korban.
 
Pada 2013, pemerintah Belanda meminta maaf atas beberapa kekejaman yang dilakukan oleh pasukannya antara 1945, ketika Indonesia mendeklarasikan kemerdekaannya dari penjajahan Belanda, dan 1949, ketika Belanda akhirnya mengakui kemerdekaan Indonesia.
 
Raja Belanda Willem-Alexander secara resmi meminta maaf selama kunjungan kenegaraan 2020 ke Indonesia atas agresi negaranya di masa lalu.
 
Sementara Perdana Menteri Belanda Mark Rutte mengatakan pada Kamis bahwa temuan penyelidikan adalah alasan baginya untuk mengulangi permintaan maaf atas kekerasan ekstrem yang sistematis dan meluas di pihak Belanda pada tahun-tahun itu dan cara konsisten Kabinet sebelumnya berpaling.
 
“Saya ingin menyampaikan permintaan maaf yang sedalam-dalamnya atas nama pemerintah Belanda kepada rakyat Indonesia hari ini,” kata Rutte.
 
“Permintaan maaf juga harus diberikan kepada semua orang di negara kita yang harus hidup dengan konsekuensi perang kolonial di Indonesia, seringkali sampai hari ini,” imbuh Rutte.

Angkatan Bersenjata dan Pemerintah Belanda bertanggungjawab

Kasus pengadilan yang diprakarsai oleh kerabat dan penyintas kekejaman militer Belanda memberikan tekanan pada pemerintah dalam beberapa tahun terakhir untuk menilai kembali tindakan militer selama konflik kemerdekaan.
 
Sebuah laporan Belanda sebelumnya, dari tahun 1969, mengakui “ekses kekerasan” di Indonesia. Tetapi ada pendapat bahwa pasukan Belanda melakukan aksi polisi yang sering dipicu oleh perang gerilya dan serangan teror yang menargetkan lawan-lawan pejuang kemerdekaan.
 
Temuan yang diterbitkan Kamis melukiskan gambaran yang jauh lebih suram tentang tindakan pasukan Belanda.
 
“Selama perang, angkatan bersenjata Belanda sering menggunakan kekerasan ekstrem dan struktural, dalam bentuk eksekusi di luar proses hukum, perlakuan buruk dan penyiksaan, penahanan dalam kondisi yang tidak manusiawi, pembakaran rumah dan desa, pencurian dan perusakan properti,” kata proyek penelitian itu dalam sebuah pernyataan.
 
“Mereka juga merusak persediaan makanan, melakukan serangan udara yang tidak proporsional dan penembakan artileri, dan apa yang seringkali merupakan penangkapan massal acak dan penahanan massal,” imbuh pernyataan itu.
 
“Angkatan bersenjata Belanda sebagai institusi bertanggung jawab atas kekerasan yang digunakan, termasuk kekerasan ekstrem. Namun, mereka beroperasi dalam konsultasi erat dengan dan di bawah tanggung jawab pemerintah Belanda,” para peneliti menemukan.
 
Seorang perwakilan dari Institut Veteran Belanda (Netherlands Veterans Institute) mengkritik temuan tersebut.
 
“Hasil penyidikan menimbulkan rasa tidak nyaman dan kekhawatiran dalam diri saya, karena para veteran yang bertugas di bekas Hindia Belanda itu secara kolektif ditempatkan sebagai tersangka berkat kesimpulan yang tidak berdasar,” kata Direktur Lembaga itu, Paul Hoefsloot, dalam pernyataan tertulis.
 
Sementara Hans van Griensven, ketua organisasi veteran Belanda lainnya, mengatakan kepada penyiar nasional NOS bahwa kekerasan itu “tidak meluas seperti yang dituduhkan saat ini.”
 
“Tentu saja, ada yang tidak beres, seperti lazimnya lakukan di setiap perang,” tambah Van Griensven.
 
“Tetapi, secara umum, ada juga bantuan kemanusiaan, makanan didistribusikan, infrastruktur dibangun. Itu tidak dibahas dalam temuan,” imbuh Van Greinsven.
 
Proyek penelitian, yang sebagian didanai oleh pemerintah Belanda, merupakan bagian dari perhitungan yang lebih luas dengan masa lalu kolonial Belanda. Tahun lalu, Wali Kota Amsterdam meminta maaf atas keterlibatan kota itu dalam perdagangan budak.
 
Museum Nasional Rijks pekan lalu membuka pameran tentang perang kemerdekaan Indonesia.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FJR)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan