Pengamat internasional Universitas Padjajaran, Teuku Rezasyah, mengatakan bahwa apa yang dilakukan Belanda di masa kolonial di Indonesia bukan sekadar perbudakan.
"Yang dilakukan lebih dahsyat dari perbudakan. Apa yang dilakukan Belanda di Indonesia telah penghancuran peradaban. Seharusnya, ia mengakui bahwa apa yang dilakukan adalah penghancuran peradaban Nusantara," kata Rezasyah dalam wawancara Medcom Hari Ini, Selasa, 20 Desember 2022.
Menurutnya, Belanda malu mengakui sudah menghancurkan peradaban Nusantara dengan kekuatan militer dan uangnya. Rezasyah mengungkit kehancuran kerajaan Banten, Cirebon, Sriwijaya hingga Sulawesi.
"(Permintaan maaf) itu tidak cukup. Mereka tidak hanya memisahkan pejuang dari keluarganya, tapi masyarakatnya juga dihancurkan. Dan yang terjadi ini bukan perbudakan, tapi penjajahan yang sebrutal-brutalnya," sambung Rezasyah.
Ia menyarankan agar Belanda harus terbuka kepada bekas koloninya, termasuk Indonesia. "Ini kejadian sudah lama, tapi sebelum penjajah datang, kita hidup rukun. Harus terbuka dong ke kami, yang terjadi itu perbudakan saja atau bukan? Indonesia harus tegas, karena masyarakatnya ada yang diperbudak dan dibinasakan wilayahnya," tegas dia.
Kemarin, PM Belanda Mark Rutte meminta maaf secara resmi atas keterlibatan negaranya dalam perdagangan budak di masa lalu.
Dalam pidatonya di arsip nasional di Den Haag pada Senin, 19 Desember 2022, PM Rutte mengakui bahwa masa lalu "tidak bisa dihapus." Selama berabad-abad, katanya, negara Belanda telah “memungkinkan, mendorong dan mengambil keuntungan dari perbudakan."
"Orang-orang dikomodifikasi, dieksploitasi, dan diperdagangkan atas nama negara Belanda," kata Rutte, seperti dikutip Guardian.
"Memang benar tidak ada yang hidup hari ini yang menanggung kesalahan pribadi atas perbudakan. Tetapi, negara Belanda memikul tanggung jawab atas penderitaan yang sangat besar dari mereka yang diperbudak, dan keturunan mereka. Hari ini, atas nama pemerintah Belanda, saya meminta maaf atas tindakan negara Belanda di masa lalu," tutur Rutte.
Pemerintah Belanda memainkan peran kunci dalam perdagangan budak trans-Atlantik, terutama melalui Perusahaan Hindia Barat Belanda dan Perusahaan Hindia Timur Belanda. Organisasi didirikan dengan modal swasta dan negara dan diatur oleh pejabat negara Belanda dan, kemudian, royalti.
Belanda bertanggung jawab atas pengangkutan sekitar 600.000 orang melintasi Samudra Atlantik. Di bawah East India Company, Belanda juga memperdagangkan orang di Indonesia, India, dan Afrika Selatan.
Dari abad ke-17 hingga abad ke-19, East India Company memperbudak lebih dari satu juta orang. Dilarang di Belanda, perbudakan dianggap legal di beberapa koloni seperti Brasil, Indonesia, dan Suriname.
Setelah perbudakan dihapuskan di koloni-koloni tersebut, orang yang diperbudak diharuskan terus bekerja di perkebunan selama satu dekade berikutnya. Hal ini dilakukan demi meminimalisasi kerugian bagi para pemilik budak.
Baca: PM Rutte Minta Maaf Secara Resmi, Begini Sejarah Perbudakan Belanda
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun Google News Medcom.id
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News