Pemimpin oposisi Rusia Alexei Navalny melambaikan tangan di sebuah gedung pengadilan di Moskow pada 20 Februari 2021. (Kirill KUDRYAVTSEV/AFP)
Pemimpin oposisi Rusia Alexei Navalny melambaikan tangan di sebuah gedung pengadilan di Moskow pada 20 Februari 2021. (Kirill KUDRYAVTSEV/AFP)

AS Jatuhkan Sanksi kepada Rusia atas Kasus Racun Navalny

Willy Haryono • 03 Maret 2021 07:48
Washington: Amerika Serikat telah menjatuhkan sanksi kepada sejumlah pejabat Rusia atas kasus serangan racun terhadap pemimpin oposisi Alexei Navalny. Langkah penjatuhan sanksi dikoordinasikan AS dengan aksi serupa oleh Uni Eropa.
 
Sejumlah pejabat AS mengatakan data intelijen menyimpulkan bahwa Pemerintah Rusia berada di balik serangan racun syaraf Novichok yang hampir menewaskan Navalny tahun lalu.
 
Navalny adalah kritikus terkeras Presiden Rusia Vladimir Putin. Moskow membantah terlibat dalam penyerangan Navalny, dan juga mempertanyakan kesimpulan bahwa tokoh oposisi itu diserang racun Novichok.

Novichok, atau "Pendatang Baru" dalam bahasa Rusia, merupakan racun syaraf yang dikembangkan di sebuah laboratorium di Uni Soviet pada era Perang Dingin. Novichok dapat melumpuhkan syaraf seseorang hingga berujung kematian.
 
Baca:  Pakar PBB Serukan Investigasi Independen Kasus Racun Navalny
 
Dikutip dari BBC pada Rabu, 3 Maret 2021, sanksi AS dijatuhkan kepada tujuh pejabat senior Rusia dan 14 entitas terkait produksi bahan kimia dan biologi. Di bawah sanksi ini, semua aset mereka yang berada di AS dibekukan.
 
Beberapa dari mereka yang terkena sanksi AS adalah Alexander Bortnikov, pemimpin agensi intelijen Rusia, dan dua Wakil Menteri Pertahanan Alexei Krivoruchko dan Pavel Popov.
 
Sanksi ini adalah yang pertama dijatuhkan pemerintahan Presiden Joe Biden kepada Rusia.
 
"Percobaan Rusia untuk membunuh Navalny sesuai dengan pola mengkhawatirkan dari penggunaan senjata kimia oleh Rusia," ucap seorang pejabat AS.
 
Pada 2018, Novichok pernah digunakan seseorang terhadap agen ganda Rusia dan putrinya di kota Salisbury, Inggris. Serangan kala itu juga diyakini sejumlah pihak sebagai perintah langsung dari Pemerintah Rusia.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WIL)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan