Washington: Isu pengungsi Rohingya yang diterima Indonesia menuai ketertarikan dari pelaku pemerhati hak asasi manusia (HAM) di Amerika Serikat (AS). Hal ini terbukti dalam sebuah pertanyaan yang diarahkan kepada Duta Besar Republik Indonesia untuk AS Muhammad Lutfi.
Baca: Perdagangan yang Seimbang Jadi Agenda Utama Dubes Lutfi di Amerika.
Dalam sebuah webinar yang diadakan oleh USINDO pada Selasa 22 September waktu setempat atau Rabu 23 September 2020 waktu Indonesia, pertanyaan muncul apa yang membuat Indonesia menerima pada pengungsi dari Rohingya yang menyelamatkan dari Myanmar.
“Saya melihat langsung proses pengungsi Rohingya diterima Indonesia. Menerima para pengungsi ini bukanlah masalah yang mudah,” ujar Dubes Lutfi.
“Ketika Indonesia menerima pengungsi gelombang pertama, ketika 4-5 tahun lalu, mereka datang dengan perahu dan mengalami kerusakan di tengah laut. Perahu tersebut pun seperti terombang-ambing terbawa arus,” jelasnya.
“Mereka mencoba masuk ke Thailand dan ditolak. Kemudian mereka mencoba masuk ke malaysia dan juga mengalami penolakan,” imbuhnya.
“Kami tidak punya pilihan. Bukan karena masalah latar belakang agama, tetapi karena kita harus menjaga umat manusia dan masalah kemanusiaan sangatlah penting,” tegas Dubes Lutfi.
Mantan Menteri Perdagangan era SBY itu melihat ketika Indonesia menerima gelombang pertama pengungsi Rohingya. Dia menyebutkan negara lain kemudian merespons dengan cara yang sama dan Indonesia pun menghargai itu.
Menurut Lutfi yang menjadi masalah adalah, negara seperti indonesia dan mungkin negara tetangga lainnya tidak berposisi untuk menjadi penampung mereka. Selain mengeluarkan banyak uang dan juga menciptakan masalah kemanusiaan lainnya.
Baca: AS Puji Sikap Tanggap Indonesia Selamatkan Pengungsi Rohingya.
“Tetapi pada akhirnya Indonesia menunjukkan dengan contoh, kami berkomitmen bahwa kemanusiaan menjadi isu paling utama. Diharapkan negara lain bisa mengikuti,” imbuh Dubes Lutfi.
“Lagi-lagi ini adalah soft diplomacy, dan kami berharap negara lain bisa membagikan pengalaman kami dalam melakukan upaya membantu upaya kemanusiaan bagi pengungsi,” tutur pria yang pernah menjadi Dubes RI untuk Jepang itu.
Gelombang baru pengungsi Rohingya kembali datang ke Indonesia. Pada 24 Juni lalu, sebanyak 99 'manusia kapal' berpenumpang etnis Rohingya terlihat di perairan Aceh.
Nelayan dan juga penjaga perbatasan air Indonesia bahu-membahu menyelamatkan para pengungsi yang diduga adalah korban perdagangan manusia. Mereka langsung dievakuasi saat kapal akan tenggelam.
Baca: Perdagangan yang Seimbang Jadi Agenda Utama Dubes Lutfi di Amerika.
Dalam sebuah webinar yang diadakan oleh USINDO pada Selasa 22 September waktu setempat atau Rabu 23 September 2020 waktu Indonesia, pertanyaan muncul apa yang membuat Indonesia menerima pada pengungsi dari Rohingya yang menyelamatkan dari Myanmar.
“Saya melihat langsung proses pengungsi Rohingya diterima Indonesia. Menerima para pengungsi ini bukanlah masalah yang mudah,” ujar Dubes Lutfi.
“Ketika Indonesia menerima pengungsi gelombang pertama, ketika 4-5 tahun lalu, mereka datang dengan perahu dan mengalami kerusakan di tengah laut. Perahu tersebut pun seperti terombang-ambing terbawa arus,” jelasnya.
“Mereka mencoba masuk ke Thailand dan ditolak. Kemudian mereka mencoba masuk ke malaysia dan juga mengalami penolakan,” imbuhnya.
“Kami tidak punya pilihan. Bukan karena masalah latar belakang agama, tetapi karena kita harus menjaga umat manusia dan masalah kemanusiaan sangatlah penting,” tegas Dubes Lutfi.
Mantan Menteri Perdagangan era SBY itu melihat ketika Indonesia menerima gelombang pertama pengungsi Rohingya. Dia menyebutkan negara lain kemudian merespons dengan cara yang sama dan Indonesia pun menghargai itu.
Menurut Lutfi yang menjadi masalah adalah, negara seperti indonesia dan mungkin negara tetangga lainnya tidak berposisi untuk menjadi penampung mereka. Selain mengeluarkan banyak uang dan juga menciptakan masalah kemanusiaan lainnya.
Baca: AS Puji Sikap Tanggap Indonesia Selamatkan Pengungsi Rohingya.
“Tetapi pada akhirnya Indonesia menunjukkan dengan contoh, kami berkomitmen bahwa kemanusiaan menjadi isu paling utama. Diharapkan negara lain bisa mengikuti,” imbuh Dubes Lutfi.
“Lagi-lagi ini adalah soft diplomacy, dan kami berharap negara lain bisa membagikan pengalaman kami dalam melakukan upaya membantu upaya kemanusiaan bagi pengungsi,” tutur pria yang pernah menjadi Dubes RI untuk Jepang itu.
Gelombang baru pengungsi Rohingya kembali datang ke Indonesia. Pada 24 Juni lalu, sebanyak 99 'manusia kapal' berpenumpang etnis Rohingya terlihat di perairan Aceh.
Nelayan dan juga penjaga perbatasan air Indonesia bahu-membahu menyelamatkan para pengungsi yang diduga adalah korban perdagangan manusia. Mereka langsung dievakuasi saat kapal akan tenggelam.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News