Agenda ekonomi menjadi perhatian dari Dubes Lutfi. Salah satu diantaranya adalah memastikan Indonesia bisa mendapatkan pasar di Amerika Serikat (AS). Tetapi di saat bersamaan bisa memberikan kepastian produk AS bisa bersaing di Indonesia.
“Untuk menjual lebih banyak, kita tentunya harus membeli juga. Ini akan menjadi perhatian utama bagi tugas saya di washington DC, selama tiga tahun ke depan,” ujar Dubes Lutfi dalam webinar bersama USINDO, Selasa 22 September 2020 waktu setempat atau Rabu 23 September 2020 waktu Indonesia.
Terdapat beberapa hal yang menjadi program prioritas Muhammad Lutfi. utamanya memastikan bahwa AS memperpanjang persetujuan fasilitas pembebasan tarif bea masuk (Generalized System of Preference/GSP) ke Indonesia.
Bagi pria yang banyak berkiprah di dunia usaha Indonesia ini, perdagangan menciptakan momentum di Indonesia. Perjanjian perdagangan bebas (FTA) juga menjadi tujuan dari kerja sama perdagangan Indonesia. Indonesia sudah menyepakati FTA dengan Australia, Chile serta bersama dengan negara anggota EFTA. EFTA adalah organisasi negara Eropa yang terdiri dari Swiss, Lichtenstein, Islandia dan Norwegia.
“Sebelumnya, Indonesia hanya memiliki FTA pertama bersama Jepang dan satu lagi dengan Pakistan yang sudah berakhir 2018 dan kemudian kita memiliki ASEAN,” tuturnya.
Keberadaan FTA dan kerja sama ekonomi lainnya diyakini mampu mendongkrak produk-produk yang dimiliki Indonesia. Saat ini Indonesia memiliki produk yang sangat maju, terutama dari bidang otomotif dan mulai banyak diekspor. Bidang lain yang menjadi katalis untuk GDP Indonesia adalah industrialisasi.
“Sekarang, Indonesia menikmati 20 persen GDP nya dari sektor industri tetapi kami perlu meningkatkannya menjadi 32 persen. Ini berarti Indonesia harus lebih bertindak mementingkan industrialisasi,” jelas Dubes Lutfi.
“Kami harus menciptakan lebih banyak investasi. jadi Indonesia bukan hanya mengekspor bahan baku saja, tetapi juga hasil jadi bisa diekspor ke luar negeri. Langkah-langkah ini sangat penting untuk meningkatkan perekonomian Indonesia,” tuturnya.
Lebih lanjut Lutfi menambahkan, pada periode pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo, fokus pada pembangunan infrastruktur. tetapi di periode kedua, pemerintah harus mengeluarkan lebih banyak untuk mengembangkan manusia.
Salah satu contoh yang bisa diupayakan untuk pengembangan sumber daya manusia Indonesia adalah sektor teknologi pariwisata. Indonesia menurut Lutfi harus memiliki sistem pendidikan untuk mengadopsi teknologi itu.
Hingga saat ini Indonesia memiliki komponen tenaga kerja yang terdiri lulusan sekolah menengah atas hingga 30 persen. Untuk perkuliahan saat ini harus ditingkatkan menjadi 60 persen sampai 2035. Ini paradigma yang harus dikejar. Kerja sama dengan Amerika Serikat bisa menjadi jalan untuk mengatasi kekurangan tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News