Washington: Pemerintah Turki mendapat kritik dari 142 anggota parlemen Amerika Serikat (AS) atas berbagai dugaan pelanggaran hak asasi manusia. Mereka mengirimkan surat kepada Presiden AS Joe Biden untuk mengambil tindakan.
Dalam suratnya, para anggota parlemen Demokrat dan Republik itu meminta Biden mengambil tindakan terhadap pemerintah Turki. Alasannya, adanya dugaan pelanggaran hak asasi manusia, terutama setelah upaya kudeta gagal pada 15 Juli 2016.
"Kami mendesak Presiden Biden, untuk mengutamakan pemenuhan hak asasi manusia dan mendesak pemerintah Turki untuk menghentikan kampanye penindasan transnasionalnya, juga membebaskan tahanan politik tanpa syarat, dan memulihkan supremasi hukum," tulis anggota parlemen itu dilansir laman Fr.de, Sabtu, 6 Juli 2024.
"Intervensi Anda sangat penting untuk menegakkan nilai-nilai demokrasi dan hak asasi manusia di panggung dunia," lanjut mereka.
Para anggota Kongres AS juga mengkritisi pemerintahan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan yang dituduh berupaya menghentikan semua kritik yang muncul di luar negeri.
Sebagai contoh, dalam kasus mantan pemain NBA Enes Kanter Freedom di mana Pemerintah Erdogan berusaha membungkamnya dengan melakukan tindakan terhadap keluarganya di Turki.
"Juga ada surat permintaan ke Interpol dan menyediakan hadiah atas penangkapannya," tulisnya.
Para senator juga menuding pemerintah Turki telah berulang kali menggunakan peran Interpol untuk menangkap pihak yang kritis di luar negeri dan kemudian mendeportasinya ke Turki.
PNS Dipecat Usai Kudeta
Anggota DPR Amerika itu juga mengkritik pemecatan massal pegawai negeri sipil setelah upaya kudeta yang gagal. Puluhan ribu pegawai negeri kemudian ditangkap dengan melabeli mereka teroris.
Tak hanya itu, kini mayoritas media di bawah kendali pemerintah Turki. Sedangkan sejumlah wartawan ditangkap karena dianggap terlibat dalam jaringan kudeta.
Di sisi lain para simpatisan Fethullah Gulen, lawan politik Erdogan di luar negeri, juga menghadapi ancaman. Mereka ditangkap di negara-negara Eropa seperti Kosovo dan Moldova ke Turki oleh dinas rahasia Turki, MIT.
Salah satu poin kritik dalam surat tersebut, antara lain situasi di penjara Turki. Dalam surat tersebut disampaikan, saat ini ada 1.605 napi yang menjadi pasien di penjara Turki, 604 di antaranya sakit parah, berdasarkan data asosiasi hak asasi manusia Turki IHD.
Senator Amerika juga menyinggung adanya putusan Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa (ECtHR) yang diabaikan oleh pemerintah Turki. ECHR telah berulang kali memerintahkan pembebasan budayawan dan filantropis Osman Kavala, yang telah dipenjara selama enam tahun sehubungan dengan protes anti-pemerintah.
Sementara dalam kasus politisi Kurdi terkemuka dan mantan wakil ketua oposisi HDP, Selahattin Demirtas, Erdogan dan partai AKP yang berkuasa juga dituduh mengabaikan hukum internasional.
ECHR juga mengkritik kasus Demirtas yang telah dipenjara sejak 2016. Malahan, mereka dijatuhi hukuman lebih dari 40 tahun penjara pada Mei, sedangkan Osman Kavala dijatuhi hukuman penjara seumur hidup pada April 2022.
Terkait hal ini mantan pemain NBA Enes Kanter telah mengomentarinya dalam pesan video di X (Twitter). Dikatakannya, Kementerian Luar Negeri Turki berusaha mencegah surat itu sampai ke tangan Joe Biden dengan menggunakan lobi yang ada.
"Surat yang Anda lihat di tangan saya adalah surat yang Kementerian Luar Negeri Republik Turki telah coba dapatkan selama berminggu-minggu. Mereka mencoba menghentikan dengan menghabiskan jutaan dolar setiap tahun untuk perusahaan lobi Amerika," pungkas mantan pemain bola basket profesional itu di Twitter.
Baca juga: Erdogan Serukan Aksi Global untuk Akhiri Kekejaman Israel di Gaza
Cek Berita dan Artikel yang lain di