Martine mengatakan serangan tersebut berlangsung begitu cepat, sehingga sang suami tidak sempat mengucapkan "sepatah kata pun."
Presiden Moise dibunuh pada 7 Juli lalu. Terduga pelaku adalah 28 tentara bayaran dari negara asing.
Martine juga terluka dalam serangan tersebut, dan sempat diterbangkan ke Miami untuk menjalani perawatan. Sabtu kemarin, ia mengunggah pesan suara di akun Twitter, dan sejumlah orang telah mengonfirmasi bahwa itu adalah istri presiden.
"Dalam sekejap mata, para tentara bayaran masuk ke rumah dan menghujani suami saya dengan peluru," kata Martine, dilansir dari laman BBC pada Minggu, 11 Juli 2021.
"Kejahatan ini tidak memiliki nama karena harus dilakukan oleh kriminal yang super kejam. Mereka bahkan tidak memberikan kesempatan kepada suami saya untuk mengucapkan sepatah kata pun," sambungnya.
Baca: 11 Tersangka Pembunuh Presiden Haiti Ditangkap di Kedutaan Taiwan
Ia menduga suaminya menjadi target serangan karena alasan politik, terutama mengenai referendum perubahan konstitusi yang dapat memberikan kekuasaan lebih kepada seorang presiden.
Para penyerang, lanjut Martine, "ingin membunuh mimpi sang presiden."
"Saya menangis sedih, tapi kita tidak dapat membiarkan negara ini kehilangan arah," tegas Martine. "Kita tidak dapat membiarkan darah Presiden Jovenel Moise, suami saya, hilang sia-sia begitu saja," lanjutnya.
Jovenel Moise, 53, telah menjadi presiden Haiti sejak 2017. Kekuasaannya diguncang sejumlah tuduhan korupsi dan gelombang unjuk rasa di ibu kota dan beberapa kota besar lainnya tahun ini,
Pemilihan umum parlemen Haiti seharusnya dilakukan pada Oktober 2018, namun ditunda karena adanya perselisihan politik. Jovenel Moise diketahui berencana menggelar referendum perubahan konstitusi pada September tahun ini.
Februari lalu, di saat kubu oposisi menginginkan sang presiden untuk turun dari jabatannya, Moise mengatakan sebuah rencana pembunuhan terhadap dirinya telah terungkap.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News