Terlebih, Rusia memiliki sekitar 100 ribu tentara di perbatasan dengan Ukraina. Meskipun mereka menolak tuduhan akan menyerang Kiev dengan pasukan tersebut.
"Upaya diplomasi terus diupayakan agar bisa dihindari konflik bersenjata antar sejumlah negara. Sayangnya dalam situasi seperti ini peran Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), khususnya Dewan Keamanan (DK), tidak sentral," ucap Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, Selasa, 15 Februari 2022.
Baca juga: Sekjen PBB Khawatir Konflik Pecah dari Krisis Ukraina-Rusia
Ia mengatakan, DK PBB seharusnya dapat mengoptimalisasi peran mereka dengan membuka dialog atau diplomasi antanegara yang berkepentingan. Diplomasi ini penting untuk mencegah konflik bersenjata pecah.
"Disamping itu masyarakat Ukraina dan Rusia perlu diberi kesempatan untuk mengungkap aspirasi mereka sehingga tidak ter-reduksi dengan apa yang diinginkan oleh para politisi dan pengambil kebijakan semata," terangnya.
Menurutnya, jika memang diperlukan, harus ada pemimpin negara ketiga yang tidak terafiliasi ke Rusia, Amerika Serikat (AS), Ukraina ataupun NATO sebagai mediatornya.
Dengan demikian, katanya, tidak ada salah tafsir ucapan atau tindakan dari pemimpin yang satu terhadap pemimpin lainnya.
Hikmahanto menegaskan, konflik bersenjata harus dihindari. Pasalnya, konsekuensinya akan sangat luar biasa terhadap eksistensi dunia, jika konflik bersenjata pecah.
"Dunia harus menganggap ketegangan Ukraina sebagai ancaman besar terhadap perdamaian internasional," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News