Guterres mengatakan bahwa PBB tertarik untuk menciptakan kondisi tertentu agar gencatan senjata di Ukraina bisa diterapkan sesegera mungkin.
"Prioritas saya adalah melakukan apa pun yang bisa dilakukan untuk mengakhiri perang dan penderitaan masyarakat. Kami (PBB) sangat tertarik mencari cara untuk menciptakan kondisi bagi keberlangsungan dialog efektif, gencatan senjata dan solusi damai," ungkap Guterres, dikutip dari India Today.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
"Saya adalah seorang tokoh multilateris yang sangat berkomitmen. Dan sebagai tokoh multilateris, saya menghormati prinsip-prinsip Piagam PBB," sambungnya.
Mengenai invasi Rusia ke Ukraina sejak 24 Februari lalu, Guterres menyadari bahwa situasinya cukup kompleks karena melibatkan banyak kepentingan dan interpretasi. Kendati begitu, ia menekankan bahwa hal tersebut tidak menghalangi pentingnya menggelar sebuah dialog, dengan tujuan mengurangi atau menghilangkan penderitaan masyarakat yang terkena imbas perang.
Senada dengan Guteres, Lavrov juga menekankan pentingnya multilateralisme di level global. Namun di waktu bersamaan, ia menuduh Barat sebagai pihak yang mengabaikan prinsip semacam itu.
"Prinsip multilateralisme telah disampaikan Barat selama bertahun-tahun. Tapi mereka justru menanamkan tatanan dunia secara unilateral. Multilateralisme yang sesungguhnya harus berada di bawah Piagam PBB, dan hal terpenting adalah prinsip di dalam piagam itu, yaitu kesetaraan kedaulatan bagi semua negara," sebut Lavrov.
Secara spesifik, Guterres berbicara kepada Lavrov mengenai Rusia yang berulang kali menggunakan hak veto terhadap resolusi terkait perang di Ukraina. "Tujuan veto adalah menghindari adanya satu negara yang menguasai negara lain. Tapi veto justru telah digunakan berulang kali tanpa ada kepentingan vital," sebut Guterres.
"Saya merasa peru adanya perluasan Dewan Keamanan (PBB). Afrika kurang terwakili," sambungnya.
Setelah bertemu Lavrov, Guterres dijadwalkan bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin di hari yang sama.
Baca: Ukraina Menentang Rencana Sekjen PBB yang Hendak Menemui Putin