Sejak beberapa bulan terakhir, IAEA menyerukan Iran untuk menjelaskan kehadiran material nuklir di tiga situs yang belum dideklarasikan kepada badan pengawas.
Isu tersebut menghambat proses dihidupkannya kembali perjanjian nuklir Iran 2015 -- Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) -- yang nasibnya menggantung setelah Amerika Serikat (AS) secara sepihak menarik diri pada 2018.
"Pejabat IAEA akan mengunjungi Teheran dalam beberapa hari ke depan," kata Mohammad Eslami, Kepala Organisasi Energi Atom Iran, kepada awak media di wilayah ibu kota.
"Interaksi kami dengan IAEA sedang berjalan, dan kami berharap dapat membuat kemajuan efektif dalam upaya menyelesaikan berbagai tantangan dan ambiguitas," sambungnya, melansir dari laman Malay Mail, Rabu, 14 Desember 2022.
Sebuah delegasi IAEA telah berencana pergi ke Teheran bulan lalu. Namun lawatan tersebut tidak terjadi setelah dewan pimpinan IAEA mengkritik minimnya kerja sama Iran dalam menghadirkan jawaban yang "kredibel secara teknis."
Saat itu, IAEA mengaku tidak dapat menjamin keaslian serta integritas dari program nuklir Iran.
Jumat kemarin, Eslami mengatakan bahwa jejak uranium yang diperkaya (encriched uranium) di Iran merupakan sesuatu yang dibawa ke dalam negeri dari negara lain.
JCPOA sepakat melonggarkan sanksi ekonomi Iran sebagai ganti atas pembatasan program nuklirnya. Pembatasan bertujuan agar Iran tidak dapat mengembangkan senjata nuklir.
Selama ini, Iran menegaskan bahwa program nuklirnya dijalankan untuk tujuan damai, bukan membuat senjata.
Baca: Iran Memulai Konstruksi Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Terbaru
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun Google News Medcom.id
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News